TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengatakan Kementerian Sosial sepenuhnya mempercayai standar penentuan angka kemiskinan yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Hal itu ia sampaikan merespons keraguan publik atas akurasi data BPS yang menyebut tingkat kemiskinan di Indonesia menurun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pria yang karib disapa Gus Ipul itu meyakini BPS telah memiliki keilmuan yang lebih memadai untuk menentukan standar-standar statistik yang diperlukan, termasuk menentukan standar kemiskinan yang dijadikan acuan untuk penyaluran dana bantuan sosial alias bansos. "Jadi ya kami percaya karena yang diberi mandat. Kalau kami buat ukuran sendiri malah keliru," kata dia saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Selasa, 28 Juli 2025.
Gus Ipul menegaskan bahwa selain mengacu pada data yang dihimpun BPS, Kementerian Sosial juga memverifikasi langsung kondisi ekonomi calon penerima bansos untuk memastikan bantuan tersebut tepat sasaran. Ia pun mengimbau agar masyarakat yang tidak terima data penerima bansos yang ditentukan oleh pemerintah dapat mengajukan keberatan ke Dinas Sosial di masing-masing daerah. "Karena kami sering menyampaikan bahwa data dari BPS ini data dinamis," tutur dia.
Sebelumnya, publik meragukan kinerja BPS usai lembaga negara ini mengumumkan bahwa tingkat kemiskinan nasional pada Maret 2025 berada di level 8,47 persen atau sebanyak 23,85 juta orang. BPS menyebut angka itu menurun 0,20 juta orang atau 0,10 persen poin dibandingkan September 2024 yang tercatat sebanyak 24,06 juta orang atau setara 8,57 persen.
Tak hanya itu, kritik publik juga muncul lantaran BPS menetapkan standar kemiskinan Indonesia sebesar Rp 609.160 per kapita per bulan alias masyarakat yang memiliki pengeluaran sebesar Rp 20.305 per hari. Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono mengatakan bahwa besaran garis kemiskinan ini berdasarkan perhitungan survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Maret 2025.
Menurut dia, penghitungan BPS ini tidak mengacu jumlah penghasilan yang didapat per hari, melainkan pengeluaran. Jadi, siapapun yang punya pengeluaran di atas Rp 20 ribu per hari tidak masuk kategori miskin.
"Pengeluaran untuk tadi ya konsumsi, konsumsinya makanan dan non-makanan. Itu yang kita catat di dalam Susenas ya. Jadi kita (hitung) pengeluarannya," kata dia dalam Konferensi Pers di Jakarta, Jumat, 25 Juli 2025.