TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jakarta Pramono Anung Wibowo mengungkapkan alat pengendali banjir di ibu kota masih ketinggalan zaman. Dia menyebut ingin memodernisasi alat-alat tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pramono mencontohkan metode pembersihan waduk di Jakarta yang masih kuno. "Ini kan masih bergantung kepada alat berat ekskavator untuk mengambil lumpurnya," kata Pramono saat mengunjungi Waduk Pluit di Jakarta Utara pada Selasa, 29 Juli 2025.
Menurut Pramono, ekskavator sudah jarang digunakan di negara-negara maju untuk membersihkan lumpur. Dia menyebut negara maju memiliki pompa-pompa modern yang mampu menyedot lumpur di saluran dan jalur-jalur air.
Namun, Pramono mengatakan modernisasi alat membutuhkan biaya mahal. Maka dari itu, kata dia, Pemerintah Provinsi Jakarta akan menyusun perencanaan khusus untuk pengadaan alat-alat baru tersebut.
Saat ini, Pramono mengklaim koordinasi dalam memonitor kondisi banjir di Jakarta saat ini sudah baik. "Sehingga memungkinkan air surut lebih cepat dan pengelolaan banjir menjadi lebih efisien," kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.
Banjir di Jakarta masih menjadi permasalahan yang belum selesai. Awal bulan ini, sejumlah titik di ibu kota mengalami banjir dan mengakibatkan ribuan warga mengungsi.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol menyatakan telah berdiskusi dengan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk mencari solusi mengatasi banjir Jakarta. Salah satu langkah yang disepakati adalah merehabilitasi kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung seluas 7.000 hektare.
"Kami sudah berbicara dan menyepakati perlunya rehabilitasi di kawasan Puncak seluas 7.000 hektare," ujar Hanif saat ditemui Tempo di rumah dinasnya di Jalan Galuh, Jakarta, pada Minggu malam, 6 Juli 2025.
Hanif juga menjelaskan bahwa dana untuk rehabilitasi DAS Ciliwung yang berada di Kabupaten Bogor akan bersumber dari APBD Provinsi DKI Jakarta sebagai bentuk dukungan terhadap daerah penyangga ibu kota. Menurut dia, penanganan di hulu jauh lebih efektif dibandingkan hanya mengandalkan solusi di wilayah hilir. "Lebih baik kita selesaikan di hulu, di sumber masalahnya," kata dia.
Sukma Kanthi Nurani berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan editor: Jimly Asshiddiqie Kenang Mendiang Kwik Kian Gie: Tak Ganti Nama Tionghoa Saat Orba