TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menilai mendiang Kwik Kian Gie memiliki jiwa nasionalisme yang kuat. Dia mengenang saat Kwik Kian Gie tetap mempertahankan nama Tionghoa-nya saat era Orde Baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Padahal, kata Jimly, tak sedikit tokoh keturunan negeri Tirai Bambu itu mengubah nama etnis Tionghoa karena iklim politik. "Tapi Kwik Kian Gie dengan nasionalismenya, namanya tetap itu," kata pakar hukum tata negara saat melayat ke RSPAD, Jakarta pada Selasa, 29 Juli 2025.
Menurut dia, tindakannya itu menunjukkan semangat kebangsaan yang luar biasa. Jimly berujar sikap mendiang Kwik Kian Gie itu patut dijadikan contoh.
"Harus begitu, jangan gara-gara politik identitas pribadi keluarga hilang," ujar dia.
Jimly juga mengenang Kwik Kian Gie sebagai sosok yang kerap mengkritik kebijakan ekonomi pada masa Orde Baru. Menurut dia, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas periode 2001-2004 itu bukan hanya ekonom yang memperhatikan angka atau statistik, melainkan memedulikan aspek keberpihakan dalam membangun ekonomi nasional.
"Dia tidak seperti banjir yang hanya melihat angka naik-turun pertumbuhan, Kwik Kian Gie melihat aspek efektivitas pelembagaan ekonomi," ujarnya.
Ekonom senior Kwik Kian Gie tutup usia pada Senin malam, 28 Juli 2025. Politikus PDI Perjuangan Andreas Hugo Pereira mengatakan mendiang Kwik sudah dirawat beberapa minggu di rumah sakit akibat gangguan pencernaan.
“Pak Kwik Kian Gie, guru bangsa, ekonom senior, politikus yang berintegritas, meninggal dunia pada 28 Juli pukul 22.00 di Rumah Sakit Medistra,” ucap Andreas ketika dikonfirmasi Tempo pada Selasa, 29 Juli 2025.
Kwik Kian Gie mengawali karier politiknya pada 1987 ketika bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di bawah komando Soerjadi. Di tahun itu juga, dia diberi tugas mewakili partai sebagai Anggota Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Ketika Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP (perubahan dari PDI), Kwik diangkat menjadi salah satu Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP). Dia juga diketahui aktif dalam Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) partai berlambang kepala banteng itu.
Pada periode 2001-2004 Kwik Kian Gie dipilih Megawati untuk menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas. Kendati posisinya sebagai anak buah di kabinet dan partai, Kwik tak segan bersilang pendapat dengan Megawati.
Kwik pernah menentang rencana Megawati yang menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) tentang Release and Discharge (R&D). Aturan itu kelak menjadi dasar penerbitan surat keterangan lunas (SKL) oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional untuk para konglomerat yang berutang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).