TEMPO.CO, Jakarta - Nasib guru honorer kembali menjadi sorotan setelah pernyataan menyentuh dari seorang guru R4 asal Bengkulu, Rerisa, saat bercerita dengan Komisi X DPR RI menggelar RDPU bersama Persatuan Guru Republik Indonesia dan Ikatan Pendidik Nusantara pada Senin, 14 Juli 2025. Rerisa menyampaikan betapa tidak sejahteranya kehidupan guru honorer R4 yang hingga kini belum mendapat kepastian status maupun jaminan kesejahteraan, meski telah mengabdi bertahun-tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami ini honor murni yang dihitung gajinya Rp 30 ribu per jam. Itu pun bukan dihitung per jam sehari, tapi satu bulan. Kalau saya mengajar 18 jam seminggu, dikali 30 hari, gaji saya cuma Rp 540 ribu per bulan,” ujar Rerisa sambil menangis di hadapan anggota Komisi X DPR RI.
Guru dengan status R4 merupakan kategori honorer yang hanya tercatat di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) selama minimal dua tahun. Namun, guru dengan status R4 tidak tercantum dalam database resmi pemerintah seperti kategori R1 hingga R3. Status ini membuat mereka terjegal dari akses ke seleksi ASN-PPPK dan tidak memiliki SK dari pejabat pembina kepegawaian, baik di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi.
“Kami guru R4 tidak sesuai dengan yang pemerintah tahu. Di data, kami baru dua tahun terdata di Dapodik. Tapi kenyataannya, saya sudah tujuh tahun mengabdi, dan ada teman saya yang sebelas tahun,” ujar Rerisa.
Ketidakadilan juga dirasakan para guru R4 ketika membandingkan nasib mereka dengan guru R3, yang dianggap lebih diakomodasi dalam pengangkatan PPPK. “Kami kecewa. Kenapa mereka yang pengabdiannya dua tahun bisa masuk database? Karena mereka punya orang dalam. Bisa dapat SK gubernur. Sedangkan kami yang tidak punya orang dalam, apa daya?” ucap Rerisa.
Selain minim gaji dan status, guru R4 juga menanggung beban kerja berat. Rerisa mengalaminya sendiri. Dia mengatakan saat ini ditunjuk sebagai pembina OSIS tanpa mendapat imbalan. Tugas di luar mengajar banyak diserahkan ke guru honorer. “Kami dituntut untuk menyelesaikan semua tugas oleh guru ASN. Kalau bisa ditangani oleh honorer, dia menyerahkannya ke honorer,” katanya.
Rerisa juga mengeluhkan aturan yang menyatakan bahwa seluruh guru honorer harus dituntaskan status kepegawaiannya paling lambat pada tahun 2025. Namun, guru R4 merasa dibiarkan terlantar dalam sistem, tanpa jaminan akan diangkat atau diberi jalan masuk ke jalur ASN atau PPPK.
Ia mewakili seluruh guru honorer, khususnya R4 memohon untuk diberikan kejelasan soal jenjang karir mereka. “Kami mohon perjuangkan nasib kami. Menjadi PPPK pun kami siap, asal ada kejelasan karier. Jangan kami disia-siakan,” tuturnya.