TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa atau PKB, Muhammad Khozin, menjelaskan ihwal alasan partainya mengusulkan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) tidak lagi dihelat secara langsung oleh masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia mengklaim usulan pilkada ditunjuk oleh pemerintah pusat atau memberikan mandat kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan ikhtiar dalam rangka mencari formula ideal penyelenggaraan pilkada.
"Jadi, tidak berhubungan dengan putusan Mahkamah Konstitusi," kata Khozin saat dihubungi pada Selasa, 29 Juli 2025.
Putusan Mahkamah yang dimaksudkan, ialah putusan pada perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah.
Dalam putusannya, Mahkamah memerintahkan agar penyelenggaraan pemilu daerah atau pilkada yang memilih kepala daerah dan anggota DPRD dilaksanakan 2-2,5 tahun setelah rampungnya pemilu nasional yang memilih presiden dan wakilnya, anggota DPR, serta DPD.
PKB, Khozin melanjutkan, menilai putusan tersebut telah melampaui kewenangan Mahkamah sebagai penjaga konstitusi. Alasannya, pemisahan penyelenggaraan pemilu semestinya menjadi ranah pembentuk undang-undang.
Namun, kata dia, usul pilkada dipilih DPRD tidak lahir di ruang hampa, tapi lahir dengan memperhatikan aspek konstitusional-yuridis, sosiologis, dan filosofis. "Usulan ini bagian dari evaluasi pelaksanaan pilkada langsung yang dilakukan sejak 20 tahun lalu," ujar dia.
Adapun, pada 23 Juli lalu, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar mengusulkan agar pemerintah mengevaluasi sistem penyelenggaran pilkada. Usulan itu, disampaikan Muhaimin di hadapan Presiden Prabowo Subianto yang hadir dalam peringatan Hari Lahir ke-27 PKB.
Dalam usulannya, Muhaimin menawarkan dua opsi. Pertama, pilkada dapat ditunjuk oleh pemerintah pusat. Kedua, pilkada dapat ditunjuk oleh DPRD.
Usulan Muhaimin ini tidak jauh berbeda dengan keinginan Prabowo. Saat berpidato di kegiatan hari ulang tahun (HUT) ke-60 Partai Golkar, Desember 2024 lalu Prabowo menginginkan agar pilkada dipilih DPRD. Alasannya, agar anggaran pilkada dapat lebih ditekan.
Masalahnya, usul pilkada dipilih DPRD dinilai sudah tak lagi relevan. Dosen Hukum Kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini mengatakan, putusan Mahkamah pada perkara Nomor 85/PUU-XX/2022 menyebutkan, rezim pilkada sama dengan rezim pemilu.
"Sehingga diskursus pilkada dipilih DPRD seharusnya sudah selesai," kata Titi, Ahad, 27 Juli lalu.
Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto sependapat dengan Titi. Dia mengatakan, alasan tingginya biaya politik tidak dapat dilegitimasi untuk mengembalikan pilkada dipilih DPRD. "Jangan sampai kita sederhanakan," kata Bima.