MENTERI Kebudayaan Fadli Zon mengatakan tim Kementerian Kebudayaan sudah tuntas menulis ulang sejarah nasional. Saat ini, tim kementerian tinggal menyelesaikan pengeditan naskah.
Ia memastikan sejarah nasional Indonesia yang ditulis ulang tersebut akan tetap dirilis tahun ini. “Sekarang sudah selesai penulisannya, tinggal proses editing. Kami targetkan memang tahun ini,” kata Fadli di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Ahad, 17 Agustus 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Fadli mengatakan tim penulisan ulang sejarah akan menggelar diskusi kelompok terpumpun atau focus group discussion (FGD) dengan para sejarawan. Setelah itu, kementerian berencana merilis buku sejarah nasional tersebut pada kuartal IV 2025.
Sebelumnya, Fadli mengatakan rilis buku sejarah Indonesia yang ditulis ulang itu mundur dari rencana awal. Mulanya, Kementerian Kebudayaan hendak merilis buku itu pada 17 Agustus 2025. Setelah ditunda, Kementerian Kebudayaan berencana akan menerbitkan buku tersebut bertepatan dengan Hari Pahlawan pada 10 November 2025.
“Kami sudah ada uji publik lalu sekarang ini sedang kami lakukan reading. Mungkin ada dua sampai tiga kali lagi seminar,” kata Fadli seusai agenda Zikir Kebangsaan dan Ikrar Bela Negara di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, pada Ahad, 10 Agustus 2025.
Kementerian Kebudayaan memulai penulisan ulang sejarah Indonesia ini pada awal 2025. Proyek ini melibatkan 113 penulis dan 20 editor. Tujuannya, menghasilkan buku sejarah resmi yang akan menjadi rujukan utama bagi bangsa Indonesia.
Penulisan ulang sejarah ini menuai kontrovesi karena beberapa fakta sejarah, seperti pelanggaran hak asasi manusia berat di masa lalu, hilang dari draf awal buku tersebut. Beberapa pihak khawatir sejarah itu ditulis berdasarkan kemauan penguasa. Mereka juga menduga ada upaya pemerintah mengglorifikasi masa lalu.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan penggunaan label “sejarah resmi” dalam proyek tersebut akan membatasi interpretasi beragam dan dinamis di masyarakat. Ia mengatakan penulisan ulang sejarah oleh negara berpotensi menjadi alat untuk mengkultuskan individu dan melakukan glorifikasi berlebihan terhadap masa lalu.
Kebijakan itu juga berpotensi menghapus peristiwa dan tokoh sejarah yang tidak sesuai dengan kepentingan kekuasaan, sehingga bisa memanipulasi sejarah. “Tindakan semacam ini adalah manipulasi sejarah. Betapapun gelapnya sejarah, ia harus tetap ditulis meski berdampak terhadap tragedi kemanusiaan dan mengungkapkan kesalahan kebijakan negara di masa lalu,” kata Usman dalam keterangan tertulis Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) pada Senin, 19 Mei 2025.
Fadli Zon pernah membantahnya. Politikus Partai Gerindra ini mengatakan buku sejarah Indonesia yang ditulis ulang itu akan mengedepankan perspektif Indonesia sentris dengan menghapus bias-bias kolonial, mempersatukan bangsa Indonesia, dan menjadikan sejarah relevan bagi generasi muda. Menurut dia, sejarah Indonesia akan ditulis dengan nada positif yang menonjolkan pencapaian, prestasi, dan peristiwa yang membanggakan.
“Kalau mau mencari-cari kesalahan atau mencari-cari hal yang negatif, ya, saya kira itu selalu ada. Jadi, yang kami inginkan tone-nya dari sejarah kita itu adalah tone yang positif, dari era Bung Karno sampai era Presiden Jokowi dan seterusnya,” kata Fadli, pada 6 Juni 2025.
Dede Leni Mardiyanti berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan Editor: Uji Publik Formalitas Penulisan Ulang Sejarah Indonesia