TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi pengemudi ojek online Garda Indonesia bersama berbagai aliansi organisasi dan komunitas ojol se-Jabodetabek berencana menggelar kembali demonstrasi di Istana Kepresidenan, Jakarta, dalam waktu dekat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Divisi Humas Garda Indonesia, Yudha Al Janata, mengatakan demonstrasi akan kembali dilakukan karena pemerintah belum merespons tuntutan pengemudi ojol pada demo 20 Mei kemarin.
“Hingga saat ini Menteri Perhubungan RI masih bungkam tidak juga berikan keputusan atas tuntutan aksi kami 20 Mei 2025. Maka itu kami akan melaksanakan aksi 'Revolusi Ojol Kepung Istana Presiden RI',” kata Yudha dalam keterangan tertulisnya pada Ahad, 22 Juni 2025.
Yudha mengatakan aksi ini akan diikuti oleh 50 ribu ojol roda dua dan roda empat dari berbagai daerah. Peserta aksi akan memasuki Jakarta secara bergelombang. Yudha mengatakan pihaknya belum memastikan tanggal pasti aksi karena Garda Indonesia masih berkordinasi dengan aliansi yang akan turun ke jalan.
Namun ia memastikan lokasi demonstrasi akan berfokus di Istana Merdeka, Jakarta. “Aksi Revolusi Ojol Kepung Istana Presiden RI akan kami laksanakan paling cepat pada Senin, 21 Juli 2025, dan paling lambat bulan Agustus 2025,” kata Yudha.
Adapun tuntutan yang akan dibawa asosiasi ojol, antara lain mendesak Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Transportasi Online, menetapkan potongan biaya aplikasi maksimal di angka 10 persen, serta memberlakukan diskresi tarif pemesanan makanan dan pengantaran barang.
Asosiasi juga menuntut pemerintah mengaudit potongan 5 persen dari pendapatan pengemudi yang selama ini diambil oleh aplikator secara sepihak tanpa adanya transparansi. Asosiasi juga meminta pemerintah agar menetapkan perusahaan aplikator menghapus program promo dan pengelompokkan pengemudi seperti aceng, slot, hub, member, hemat, dan lain sebagainya.
Tak hanya turun ke jalan, Yudha mengatakan demonstrasi juga akan dibarengi dengan aksi mematikan aplikasi massal secara serentak di seluruh Indonesia untuk melumpuhkan tranportasi berbasis aplikasi online.
“Kami berharap Presiden Prabowo membuktikan kepada pengemudi online gabungan R2 dan R4 bahwa memang benar dan konkrit bahwa Presiden RI pro rakyat, bukan pro kepada pengusaha kepentingan bisnis,” ucap Yudha.
Pada 20 Mei kemarin, para pengemudi ojek online melakukan aksi unjuk rasa yang dipusatkan di Istana Merdeka, Kementerian Perhubungan dan Gedung DPR. Tak hanya di Jakarta, demo ojol dan taksi online dari berbagai daerah termasuk Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Selatan.
Menanggapi tuntutan pendemo sebelumnya, Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi mengatakan bisa saja merevisi peraturan untuk mengakomodasi penurunan potongan aplikator menjadi 10 persen.
Namun, Dudy juga ingin mewadahi aspirasi perusahaan layanan transportasi daring atau aplikator. Menurut dia, aspirasi dari perusahaan aplikator ojol harus diserap demi menjaga keberlanjutan ekosistem transportasi online.
“Bisa tidak (potongan komisi) diturunkan? Kalau saya tidak berpikir keseimbangan berkelanjutan, bisa saja,” kata Dudy dalam forum pertemuan dengan aplikator di Jakarta Pusat, Senin, 19 Mei 2025.
Menurut Dudy, menandatangani aturan baru soal penurunan potongan komisi ojol menjadi 10 persen bukan perkara sulit. “Tapi, rasanya tidak arif kalau kami tidak mendengar semuanya."
Dalam pertemuan pemerintah dan aplikator ojol, Government Relations Specialist Maxim Indonesia Muhammad Rafi Assagaf menyampaikan potongan komisi menjadi 10 persen akan berdampak pada ekosistem transportasi online.
Sebab, kata dia, potongan komisi yang selama ini ditetapkan sebesar 20 persen, salah satunya dimanfaatkan untuk inovasi dan mengembangkan teknologi. “Maxim perlu terus berkembang. Goal-nya, kesejahteraan mitra,” ujarnya.
Chief of Public Affairs Grab Indonesia Tirza R Munusamy mengklaim Grab selalu mematuhi regulasi pemerintah dan tidak pernah memotong tarif ojol melebihi 20 persen. Ia menepis tudingan asosiasi pengemudi ojol soal potongan komisi lebih dari 20 persen.
Ia juga menjelaskan bahwa komisi 20 persen itu digunakan untuk pengembangan teknologi. Selain itu, untuk keselamatan melalui pembiayaan asuransi bagi mitra pengemudi maupun penumpang. Penggunaan lainnya, yaitu untuk program bantuan operasional bagi pengemudi ojol.
“Misalnya, ganti oli, tambal ban. Untuk meringankan mitra pengemudi sehari-hari,” ucapnya.
Sementara itu, Presiden Gojek Indonesia Catherine Hindra Sutjahyo mengatakan potongan komisi menjadi 10 persen justru berpotensi menurunkan pendapatan mitra pengemudi. Pasalnya potongan komisi 20 persen yang berjalan selama ini, salah satunya dialokasikan untuk promo. Ini menjadi strategi perusahaan meningkatkan transaksi konsumen.
Karena itu, ucap Catherine, bila potongan komisi turun menjadi 10 persen, transaksi diperkirakan bakal berkurang. “Kalau jumlah transaksi berkurang, kami takut, berdasarkan uji coba kami, itu (pendapatan mitra pengemudi) akan berkurang lebih curam ketimbang kenaikan pendapatan secara per transaksi,” katanya.
Ketua Serikat Pekerja Angkutan Umum Indonesia (SPAI) SPAI Lily Pujiati mengatakan asosiasi ojol menuntut penetapan potongan 10 persen karena ada aplikator yang melanggar aturan pemerintah dan memotong komisi lebih dari 20 persen. Bahkan, ia mengklaim ada pengemudi yang terkena pemotongan hingga 70 persen.
Riri Rahayu berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan editor: MAN 1 Tegal Klarifikasi Isu Keluarkan Siswa karena Baju Renang