TEMPO.CO, Jakarta - Tim SAR gabungan masih mencari dan mengevakuasi korban tenggelamnya Kapal Motor Penumpang (KMP) Tunu Pratama Jaya, Jumat, 4 Juli 2025. Musibah yang terjadi di perairan Selat Bali pada Rabu malam, 2 Juli 2025 mengakibatkan puluhan orang hilang dan beberapa korban meninggal dunia.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Bali, Komisaris Besar Ariasandy menyebutkan, masih ada 32 orang korban yang belum diketahui keberadaannya. “Belum ditemukan sebanyak 32 orang. Terdiri dari 23 pengguna jasa dan 8 orang ABK,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Data Kepolisian menyebutkan, 34 orang korban telah ditemukan, dengan rincian 29 orang selamat dan 5 orang dinyatakan meninggal dunia. Korban yang selamat terdiri 4 orang anak buah kapal serta 25 orang penumpang.
Awal Keberangkatan dan Hilang Kontak
Kecelakaan berawal ketika KMP Tunu Pratama Jaya selesai melakukan bongkar muat di Pelabuhan LCM Ketapang pada pukul 22.28 WIB. Kapal kemudian berangkat menuju Pelabuhan Gilimanuk pada pukul 22.56 WIB.
Kapal kemudian dilaporkan hilang kontak dengan Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) sekitar pukul 23.15 WIB. Kapal tersebut dikonfirmasi tenggelam pada pukul 23.35 WIB di perairan Selat Bali.
Kondisi cuaca buruk saat pelayaran diduga menjadi penyebab utama kapal tenggelam. Gelombang laut setinggi 2,5 meter dengan kecepatan angin yang mencapai 9 knot menyebabkan kapal kesulitan mempertahankan stabilitasnya hingga akhirnya karam.
Upaya Pencarian yang Dihadang Cuaca Buruk
Koordinator Pos SAR Banyuwangi Wahyu Setia Budi menjelaskan, tim SAR setempat segera melakukan upaya pencarian setelah mendapatkan informasi tenggelamnya kapal. Namun, pencarian terkendala kondisi alam yang ekstrem. “Ada kendala cuaca dan ombak di Selat Bali, mencapai sekitar 2,5 meter, sehingga menyulitkan tim SAR,” katanya pada Kamis dini hari, 3 Juli 2025.
Sementara itu, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mendirikan Posko Terpadu Penanganan Evakuasi KMP Tunu Pratama Jaya di Kantor ASDP Cabang Gilimanuk sebagai pusat koordinasi penanganan korban.
Dirjen Perhubungan Laut Muhammad Masyhud mengungkapkan, kapal mengalami kondisi distress di Selat Bali pada Rabu malam dan tenggelam di koordinat 8° 9'32.35"S 114°25'6.38"E. “Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menyampaikan keprihatinan mendalam atas kejadian ini dan memastikan bahwa setiap langkah penanganan dilakukan secara cepat, terkoordinasi, dan mengedepankan keselamatan jiwa,” kata Masyhud melalui keterangan resmi, Kamis, 3 Juli 2025.
Data dan Penanganan Awal
Berdasarkan data manifes sementara, KMP Tunu Pratama Jaya membawa 53 penumpang, 12 orang awak kapal serta 22 unit kendaraan dari berbagai golongan. Hingga pukul 10.00 waktu setempat, tercatat empat orang meninggal dunia sementara 31 penumpang ditemukan selamat. “Data nama dan keterangan korban masih dalam proses pendataan,” ujar Masyhud.
Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi telah menginstruksikan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk menginvestigasi penyebab kecelakaan kapal ini. Ia juga memerintahkan tim SAR gabungan mempercepat pencarian korban. “Fokus utama yang saat ini dilakukan adalah upaya maksimal melakukan pencarian dan pertolongan terhadap korban,” kata Dudy.
Kendala di Lapangan
Tentara Nasional Indonesia (TNI) melalui Komando Armada II turut serta mencari korban dengan mengerahkan berbagai armada dan personel, termasuk KRI Teluk Ende, KRI Tongkol, kapal cepat, pesawat CN-235, Rigid Inflatable Boat, serta tim penyelam dari Kopaska. Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Kristomei Sianturi menegaskan dukungan penuh diberikan untuk misi kemanusiaan ini.
“Proses evakuasi terus dilakukan secara intensif dengan prioritas keselamatan korban dan personel SAR yang bertugas,” ujarnya, Kamis, 3 Juli 2025.
Kondisi cuaca yang ekstrem, gelombang tinggi, dan arus laut kuat menjadi tantangan utama bagi tim gabungan dalam melakukan proses evakuasi dan pencarian korban di lokasi tenggelamnya kapal.
Riri Rahayuningsih, Vedro Imanuel Girsang dan Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Setelah Efisiensi, Defisit Anggaran Malah Membesar