Demo menentang kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan atau PBB-P2 di Kabupaten Bone pada Selasa, 19 Agustus 2025 berakhir ricuh. Kericuhan terjadi hingga Rabu dini hari. Aparat keamanan menembakkan gas air mata dan menangkap beberapa peserta aksi yang terdiri dari mahasiswa dan masyarakat.
Ketua Himpunan Mahasiswa Islam Bone Andi Miftahul Amri meminta polisi membebaskan massa aksi yang ditangkap. Ia mengancam akan menurunkan massa yang lebih besar jika rekan-rekannya tidak segera dibebaskan. Begitu pula jika Bupati Bone Andi Asman Sulaiman tidak menurunkan PBB-P2 yang naik sebesar 300 persen.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
“Kami akan kembali aksi lebih besar lagi kalau teman kami tidak dilepas an PBB tetap dinaikkan,” kata dia kepada Tempo, Rabu 20 Agustus 2025.
Ia menjelaskan bahwa unjuk rasa yang berakhir ricuh itu dipicu oleh Bupati Bone Andi Asman Sulaiman dan Wakilnya, Andi Akmal Pasluddin yang tidak mau menemui pengunjuk rasa. Padahal, masyarakat mulai berunjuk rasa di depan Kantor Bupati sejak pukul 14.00 WITA.
Saat itu, polisi dan TNI yang berjaga di lokasi mencoba membubarkan massa sehingga terjadi bentrokan. Polisi menembakkan gas air mata ke arah pengunjuk rasa, dan akhirnya terjadi bentrok hingga larut malam.
Amri mengatakan, masyarakat dan mahasiswa yang turun aksi menuntut agar pemerintah mencabut kebijakan terkait kenaikan PBB P2. Sebab, kenaikan itu dilakukan tanpa ada kajian dan sosialisasi terlebih dahulu. “Tidak ada partisipasi publik PBB tiba-tiba naik,” ujar dia.
Selain mahasiswa, jurnalis Trans7, Zulkifli Natsir juga mengalami intimidasi yang dilakukan oleh anggota TNI. Ketika itu, Zulkifli tengah meliput aksi demonstrasi kemudian merekam para demonstrasi yang dipukuli oleh militer. Zulkifli bercerita, saat meliput aksi demonstrasi yang berakhir ricuh itu, polisi membubarkan massa dengan menembakkan gas air mata ke arah massa.
Karena merasa matanya perih, ia pun lari masuk ke dalam kantor bupati. Namun, saat ada massa aksi ditangkap oleh TNI, Zulkifli kemudian mengambil gambar. “Saya secara spontan merekam kondisi itu menggunakan telepon genggam tanpa melakukan cut-to-cut,” kata dia.
Ketika itu, ada tentara yang berteriak jangan merekam. Kemudian ada enam anggota TNI yang mendatanginya lalu memegang kedua tangannya dan mencekik dari belakang. “Tangan saya dipegang dari kiri dan kanan. Dari belakang, leher saya dicekik menggunakan lengan,” ucap Zulkifli. “Telepon genggam saya dirampas, lalu rekaman dihapus secara paksa."
Menanggapi itu, Koordinator Koalisi Advokasi Jurnalis Sulawesi Selatan, Sahrul Ramadan mengecam tindakan intimidatif yang dilakukan TNI. Apalagi kekerasan fisik itu dilakukan oleh TNI di Bone. “Ini pelanggaran serius,” ujar Sahrul. Ia menjelaskan bahwa jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Seharusnya, jurnalis dilindungi dalam menjalankan tugas-tugasnya bukan malah diintimidasi.
Sebelumnya, Komandan Kodim (Dandim) 1407/Bone, Letnan Kolonel La Ode Muhammad Idrus, membantah ada insiden kekerasan dari tentara saat unjuk rasa menolak kenaikan PBB-P2 di Bone. Kodim meminta kejadian tersebut dilaporkan sehingga dapat diselidiki oleh TNI.
Adapun Kepala Kepolisian Resor Bone, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Sugeng Setyo Budhi saat dimintai komentar soal aksi demonstrasi mengatakan sedang rapat. “Saya masih rapat,” kata dia.