INFO NASIONAL - Indonesia kembali menegaskan komitmennya menjaga dan mengelola kekayaan keanekaragaman hayati laut sejalan dengan target nasional maupun global. Indonesia telah menargetkan perlindungan 30 persen wilayah perairan atau sekitar 97,5 juta hektare pada tahun 2045.
Komitmen ini ditegaskan dalam Pertemuan Tingkat Nasional MPA &OECM Ke-2 yang berlangsung di Aston Kuta Hotel &Residence, Bali, pada 14 Agustus 2025, yang dihadiri lebih dari 200 peserta dari pemerintah pusat, daerah, masyarakat adat, akademisi, LSM, dan sektor swasta. Mengusung tema Kebijakan dan Strategi Perluasan Kawasan Konservasi melalui MPA dan OECM Perairan dalam Konteks 30x45, agenda strategis ini membahas pemetaan potensi OECM, penyusunan panduan teknis implementasi, hingga penguatan sinergi lintas pihak, termasuk peran masyarakat pesisir.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Lima provinsi yakni Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat, ditetapkan sebagai fokus diskusi strategis pada pertemuan ini. Direktur Konservasi Ekosistem Firdaus Agung menegaskan, ada empat pesan kunci menuju perlindungan laut berkelanjutan.
Pertama, MPA dan OECM adalah dua jalur dengan satu tujuan yakni MPA sebagai tulang punggung perlindungan, sementara OECM memberi ruang bagi masyarakat, adat, dan sektor swasta. Kedua, tata ruang laut yang terintegrasi dan berbasis ekosistem. Ketiga, peran strategis pemerintah provinsi serta kolaborasi lintas sektor.
Keempat, strategi yang inklusif, berbasis data, dan pembiayaan berkelanjutan. "Konservasi bukan lagi pilihan, tapi solusi bersama untuk krisis planet yang kita hadapi," kata Firdaus.
Direktur Yayasan Pesisir Lestari Dina Kosasih menekankan bahwa OECM memiliki arti strategis di semua level, mulai dari menutup celah kebijakan di tingkat nasional, menyinkronkan tata ruang laut dengan pembangunan daerah, hingga memperkuat tata kelola lokal dengan pengakuan praktik tradisional. "Harapan kami, pertemuan ini menghasilkan kesepahaman kebijakan, daftar lokasi prioritas yang kredibel, dan rencana tindak lanjut yang jelas agar laut sehat dan masyarakat sejahtera berjalan beriringan," ujarnya.
Adapun, Ketua Konsorsium sekaligus Direktur Program Kelautan dan Perikanan WWF-Indonesia Imam Musthofa Zainuddin menegaskan pentingnya integrasi dua pendekatan ini. Sebab, MPA dan OECM saling melengkapi.
Menurut Imam, pendekatan area-based dalam OECM memastikan perlindungan terukur dengan batas ruang jelas, memudahkan monitoring, serta mengintegrasikan ekologi, sosial, dan ekonomi lokal. "Mari bersinergi agar target 30x45 tercapai dengan pendekatan inklusif, berbasis bukti, dan berpihak pada keberlanjutan laut," ujar Imam.
Salah satu contoh potensi OECM yang mendapat sorotan dalam agenda strategis ini adalah Kawasan Suci Laut di Bali, kawasan dengan nilai adat-budaya dan ekologis tinggi, dikelola dengan pendekatan religi, serta telah masuk dalam RTRW Provinsi Bali 2023 sehingga memiliki landasan hukum yang kuat dalam tata ruang pesisir. (*)