TEMPO.CO, Jakarta - Warga negara Indonesia ditahan di Myanmar, negara yang tengah berkecamuk sejak kudeta militer empat tahun lalu. WNI berinisial AP itu didakwa Undang-Undang Anti-Terorisme, Undang-Undang Keimigrasian tahun 1947, serta Section 17(2) dari Unlawful Associations Act.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Roy Soemirat, merujuk pada rilis lembaganya saat ditanya mengenai kronologi kasus AP. “Itu sudah cukup,” kata Roy melalui pesan pendek ketika dimintai konfirmasi pada Jumat, 4 Juli 2025. Rilis yang dimaksud dia adalah keterangan resmi yang dibagikan oleh Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, tiga hari lalu.
Dalam keterangan itu, Judha menjelaskan AP ditangkap oleh otoritas Myanmar pada 20 Desember 2024. AP dituduh masuk secara ilegal ke wilayah negara itu dan melakukan pertemuan dengan kelompok bersenjata yang dikategorikan sebagai organisasi terlarang oleh otoritas setempat.
Atas dugaan tersebut, AP divonis sejumlah dakwaan. Saat ini, AP menjalani masa hukumannya di Insein Prison, Yangon, salah satu fasilitas penahanan dengan pengamanan tinggi di bawah otoritas junta militer Myanmar.
Kasus ini awalnya disinggung anggota Komisi I DPR, Abraham Sridjaja, dalam rapat kerja dengan Kementerian Luar Negeri di gedung parlemen, Senayan, pada Senin 30 Juni 2025. Abraham mengatakan WNI itu diduga ditahan di Myanmar karena mendanai kelompok yang dianggap pemberontak di negara itu.
Abraham mengatakan WNI yang ditahan itu merupakan anak muda berusia 33 tahun. Politikus Partai Golkar itu meyakini pemuda itu bukan pemasok dana bagi pemberontak, tetapi hanya pembuat konten di media sosial.
Kementerian Luar Negeri menyatakan, sejak awal penangkapan, upaya perlindungan hukum terhadap AP telah ditempuh melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Yangon. Judha mengatakan pendampingan dilakukan secara intensif sejak hari pertama.
Judha mengatakan KBRI Yangon telah melakukan berbagai upaya perlindungan, antara lain mengirimkan nota diplomatik, melakukan akses kekonsuleran, dan pendampingan langsung saat pemeriksaan. “Kami juga sudah memastikan pembelaan pengacara serta memfasilitasi komunikasi antara AP dan keluarganya,” kata Judha.
Menurut Judha, vonis tujuh tahun penjara dijatuhkan setelah proses pengadilan berjalan di bawah sistem peradilan yang dikendalikan penuh oleh militer Myanmar. Setelah putusan itu sudah tetap (inkracht), Kementerian Luar Negeri dan KBRI Yangon memfasilitasi permohonan pengampunan yang diajukan oleh pihak keluarga AP.
Judah mengatakan langkah non-litigasi ini terus diupayakan, seiring pemantauan berkelanjutan terhadap kondisi AP di tahanan. “Kemlu dan KBRI Yangon akan terus memonitor kondisi AP selama menjalani hukuman penjara,” kata Judha.
Ketua DPR Puan Maharani mengatakan perlindungan kepada warga negara Indonesia di luar negeri harus diprioritaskan. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini menegaskan seharusnya WNI yang berada di negara konflik dievakuasi sejak awal.
Puan mengatakan bahwa DPR sudah meminta pemerintah untuk menindaklanjuti penahanan WNI di Myanmar. “Itu harus menjadi tugas dari pemerintah atau kemudian melindungi siapapun warga negara,” kata Puan saat konferensi pers pada Kamis, 3 Juli 2025.
Myanmar berada dalam kekacauan sejak militernya menggulingkan pemerintahan sipil terpilih Aung San Suu Kyi pada 2021. Penggulingan Suu Kyi memicu protes pro-demokrasi yang berubah menjadi pemberontakan dan konflik yang meluas. Gejolak di Myanmar telah menyebabkan lebih dari 3,5 juta orang mengungsi, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa dikutip oleh Reuters.
Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau ASEAN melarang Myanmar menghadiri pertemuan tingkat tinggi dalam beberapa tahun ini imbas kudeta di negara tersebut. Junta militer berencana menggelar pemilu akhir tahun ini. Koalisi Sipil di negara itu menyebut pemilihan yang akan datang sebagai tipu daya sepihak untuk mempertahankan kekuasaan militer melalui proksi.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mendorong Operasi Militer Selain Perang (OMSP) untuk membebaskan WNI yang ditahan di Myanmar, jika diplomasi Kementerian Luar Negeri buntu. Dasco menjelaskan, OMSP yang dimaksudnya bukan pengerahan kekuatan militer.
“Yang dimaksud adalah operasi diplomasi militer. Karena di Myanmar itu dikuasai junta militer, sehingga kemungkinan diplomasi militer ke militer bisa lebih nyambung. Dan itu bisa dilakukan” kata Dasco melalui pesan pendek kepada Tempo pada Jumat, 4 Juli 2025.
Ketua Harian Partai Gerindra itu mengatakan diplomasi militer sesuai UU Tentara Nasional Indonesia tentang OMSP. “Ketika upaya via Kementerian Luar Negeri belum berhasil,” katanya. Dasco mengatakan akan meminta Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin untuk diplomasi militer ini.
Melalui pesan suara kepada Tempo, Dasco mengatakan sulit memberikan tenggat waktu diplomasi kepada pemerintah. Namun, kata dia, DPR mendorong pemerintah mengupayakan segala macam diplomasi untuk mengembalikan WNI baik melalui kementerian luar negeri maupun diplomasi militer.