DOKTER subspesialis jantung anak Piprim Basarah Yanuarso mengumumkan tak lagi bisa melayani pasien peserta BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini menyebut keputusan tersebut merupakan konsekuensi dari penolakannya terhadap mutasi yang dinilai tidak prosedural dari Kementerian Kesehatan.
“Dengan berat hati saya mengumumkan mulai hari ini tidak bisa lagi melayani putra-putri bapak ibu yang sakit jantung di RSCM, baik di PJT maupun Kiara,” kata Piprim dalam unggahan Instagram pribadinya, @dr.piprim, Jumat, 22 Agustus 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Piprim bilang akun praktik BPJS miliknya di RSCM telah ditutup. Dengan demikian, ia tak bisa lagi menerima pasien BPJS di rumah sakit nasional itu. Meski direksi rumah sakit memintanya tetap melayani pasien di poli swasta RSCM Kencana, layanan itu hanya bisa diakses dengan biaya mandiri sekitar Rp 4 juta per kunjungan, termasuk pemeriksaan echocardiography. “Artinya, bapak ibu yang putra-putrinya ingin dilayani oleh saya harus membayar dengan tarif swasta. Bisa saja biayanya mencapai ratusan juta rupiah,” ujar Piprim.
Ia menyebut kebijakan ini akan memberatkan banyak keluarga pasien yang selama ini ditanganinya menggunakan BPJS. Piprim mengaku telah mengabdi di RSCM selama 28 tahun, sebagian besar untuk pasien peserta BPJS. “Sebagai seorang dokter yang sudah 28 tahun di RSCM, tentu berat hati rasanya tidak bisa lagi melayani masyarakat luas,” kata dia.
Piprim menjelaskan, persoalan bermula dari mutasi dirinya ke RS Fatmawati yang disebutnya tidak prosedural. Ia menolak mutasi dadakan tanpa adanya mekanisme lolos butuh maupun pemberitahuan sebelumnya. “Saya menolak dengan tegas cara-cara yang melanggar asas meritokrasi terhadap seorang ASN. Akibatnya, akun saya dibekukan untuk melayani BPJS,” katanya.
Dampak dari kebijakan ini bukan hanya dirasakan pasien, melainkan juga dunia pendidikan kedokteran. Piprim menegaskan, hanya ada 70 dokter subspesialis jantung anak di seluruh Indonesia, sementara pusat pendidikan yang bisa mencetak dokter dengan kompetensi itu hanya empat, termasuk FKUI-RSCM yang menjadi yang tertua. Sedangkan RS Fatmawati, tempat ia dimutasi, tidak memiliki fasilitas pendidikan subspesialis jantung anak.
“Mutasi ini berpotensi mengganggu pendidikan calon dokter subspesialis jantung anak, yang jumlahnya masih sangat terbatas,” ujarnya.
Sebelumnya, Piprim menuding mutasi dirinya diduga berhubungan dengan sikap kritis IDAI menentang rencana pengambilalihan kolegium oleh Kementerian Kesehatan, termasuk Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia. Ia menyebut kebijakan itu sebagai hukuman terhadap pengurus IDAI.