Liputan6.com, Jakarta - Secara umum, rasio tempat tidur rumah sakit (RS) di Indonesia telah melampaui ketentuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Menurut Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta drg. Ani Ruspitawati, M.M., rasionya adalah 2,6 per 1.000 penduduk, melebihi standar WHO yakni 1 per 1.000 penduduk.
”Namun, tentunya selain rasio tempat tidur, seluruh RS harus terus menguatkan kualitasnya untuk mendukung tercapainya agenda bersama, Jakarta masuk dalam 20 besar Global City Index dalam 20 tahun ke depan,” kata Ani dalam Seminar Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) di Jakarta, Selasa (24/6/2025).
“Layanan kesehatan dan RS tentunya masuk dalam indeks tersebut secara bermakna,” tambahnya.
Ani juga memaparkan, jumlah RS di DKI Jakarta saat ini adalah 190. Terdiri atas RS vertikal milik Kementerian Kesehatan, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), RS Badan Usaha Milik Negara (BUMN), RS Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi Republik Indonesia (POLRI), serta RS swasta.
Sedangkan anggota PERSI Wilayah DKI Jakarta sendiri mencapai 176 RS.
Guna meningkatkan kualitas RS, PERSI menggelar seminar dan workshop yang berfokus pada penguatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) dan tenaga medis serta infrastruktur, termasuk teknologi.
“Kedua faktor itu menjadi salah satu kunci kesiapan rumah sakit menghadapi regulasi RS berbasis kompetensi. Acara ini kami kemas dalam bentuk aplikatif, sehingga bisa menjadi model bagi praktisi RS untuk dapat diterapkan di RS masing-masing,” kata Ketua Panitia dr. Mulyadi Muchtiar,MARS,FISQua dalam kesempatan yang sama.
Viral di media sosial, sampah medis kembali ditemukan di Kali Baru, Kota Bekasi. Pihak Dinas Kesehatan meyakini, sampah medis itu bukan berasal dari rumah sakit atau klinik.
RS Berbasis Kompetensi
Ketua PERSI wilayah DKI Jakarta, dr. Yanuar Jak, SpOG, CHAE, mengatakan, RS berbasis kompetensi adalah topik paling hangat di kalangan RS saat ini.
Guna menyambut regulasi soal RS berbasis kompetensi, Yanuar menekankan pihaknya aktif melakukan edukasi, pelatihan, dan seminar, seperti yang diselenggarakan kali ini.
“Kami mendatangkan pembicara pakar di setiap bidang layanan, agar RS dapat menyusun kesiapan dan arah keunggulan kompetensinya. Selain itu, kami juga berkerja sama dengan Dinas Kesehatan untuk memberikan pemahaman dan pemantauan kesiapan RS di DKI Jakarta.”
Yanuar menjelaskan, Kemenkes telah melakukan asesmen terhadap kesiapan RS pada masing–masing bidang kompetensinya.
Walaupun menjadi tantangan tersendiri bagi RS karena perlu melakukan penyesuaian manajemen, SDM, dan infrastruktur, berbagai manfaat akan dirasakan RS dan pasien jika ketentuan itu berlaku.
Yanuar menyebutkan, RS akan dimudahkan saat mencari RS sesuai dengan kebutuhan tatalaksana penyakitnya dan tidak harus melalui tahapan-tahapan rujukan seperti saat ini.
Sementara untuk RS, dampak yang dirasakan adalah fokus dalam menyusun strategi pengembangan layanan unggulan.
”Kendala yang harus diatasi adalah persyaratan fasilitas yang tentunya membutuhkan investasi cukup besar. Sehingga dengan kegiatan selama tiga hari (24-26 Juni) ini kami berharap RS peserta mendapatkan pemahaman dan menyusun strategi. RS di DKI Jakarta dapat menjadi leader dalam kesiapan RS menyediakan layanan unggulan,” ucapnya.
Mengapa RS Harus Bersiap?
Seperti disampaikan Yanuar, RS Indonesia akan bersinggungan dengan regulasi baru yakni pelayanan berbasis kompetensi. Hal inilah yang membuat PERSI melakukan persiapan dari sekarang.
“Kalau kita tidak bersiap, nanti rumah sakit tidak bisa memberikan layanan yang sesuai regulasi,” ucap Yanuar.
Dalam seminar ini, pihaknya mengumpulkan perwakilan rumah sakit dari berbagai wilayah Indonesia untuk sosialisasi soal regulasi-regulasi yang akan berlaku.
“Terutama regulasi terkait pelayanan rumah sakit berbasis kompetensi. Dalam regulasi ini, rumah sakit dinilai berdasarkan kompetensi baik dari sumber daya manusianya (SDM), pelayanannya, ataupun dari sarana prasarana yang dibutuhkan sesuai dengan standar.”
Ke depan, rumah sakit tidak berdasarkan tipe A, B, C, D, E melainkan kompetensi Dasar, Madya, Utama, dan Paripurna.
Para perwakilan RS juga dibekali dengan 7 workshop dan pelatihan tentang implementasi hal-hal yang bisa dilakukan di rumah sakit masing-masing. Hal ini dapat menunjang manajemen RS agar menjadi lebih baik.
Perubahan klasifikasi rumah sakit berdasarkan kemampuan pelayanan merupakan amanah Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 dan Pasal 820 PP 28 Tahun 2024.
Pengembangan kompetensi rumah sakit khususnya di Jakarta juga didorong oleh lahirnya Undang-Undang No.2 Tahun 2024 tentang Provinsi DKI Jakarta. Di mana dalam menuju kota global, maka sistem kesehatan di Jakarta perlu memiliki taraf internasional dan kompetensi yang baik.
Memperjelas Kompetensi RS dan Memudahkan Sistem Rujukan
Dengan pelayanan berbasis kompetensi, sambung Yanuar, maka setiap rumah sakit akan ditentukan mereka memiliki kompetensi apa saja.
“Jadi masing-masing rumah sakit itu harus menyiapkan diri, kompetensi mana yang mau dikejar. Kalau dia mampu semua kompetensi ya syukur, kalau enggak ya dia bisa milih, misal kompetensi paru atau jantung.”
“Nah, dengan kompetensi tersebut itu akan terlihat rumah sakitnya sudah sampai standar mana, apakah dia dasar, madya, utama, atau paripurna ini diperkirakan akan membuat pelayanan pada pasien akan jauh lebih bermutu,” jelas Yanuar.
Dengan mengetahui kompetensi rumah sakit, maka pasien dengan kondisi berat tidak akan dirujuk ke rumah sakit yang memiliki kompetensi dasar atau madya.