Liputan6.com, Jakarta - Tidur yang biasanya dijadikan salah satu cara untuk melepas cemas, bagi beberapa orang justru menyebabkan rasa cemas itu sendiri.
Mungkin sebagian dari Anda merasakan gejala ini: rasa gelisah yang berlebihan saat malam, jantung berdebar panik ketika menutup mata seolah-olah hal menyeramkan akan segera terjadi. Tidur yang seharusnya dijadikan aktivitas pelepas penat malah menjadi beban tambahan.
Fenomena ini bukanlah sekadar insomnia atau gangguan tidur karena kebanyakan pikiran. Ini merupakan kondisi psikologis nyata yang disebut dengan somnifobia.
Somnifobia, atau ketakutan pada tidur, merupakan fobia spesifik. Ini adalah jenis gangguan kecemasan yang ditandai dengan ketakutan berlebihan pada tidur. Penderita somnifobia tidak mampu mengendalikan pikiran bahaya yang mungkin mengintai secara rasional.
Dilansir dari Health, sebanyak 9,1% orang dewasa di Amerika Serikat mengalami fobia spesifik dalam setahun terakhir, dan sebanyak 12,5% mengalami kondisi ini sekali dalam hidupnya. Namun, jumlah pasti orang yang mengalami somnifobia belum diketahui.
Individu dengan somnifobia umumnya mengalami ketakutan berlebih terhadap aktivitas tidur yang terus-menerus mendominasi pikiran. Penderita kondisi ini dapat merasa cemas jauh sebelum waktu tidur tiba, dan terus-menerus memikirkan soal tidur.
Demi menghindari kecemasan itu, penderitanya mungkin akan dengan sengaja menunda waktu tidurnya atau mencoba mengalihkan pikiran dari rasa kantuk dengan kegiatan seperti menyalakan lampu atau memutar tayangan televisi.
Penyebab Fobia Tidur
Hingga kini, para ahli belum mengetahui penyebab pasti yang melatarbelakangi kondisi somnifobia ini. Sebagian ahli menduga faktor genetik berperan dalam membentuk kondisi ini. Sebagian lainnya menduga bahwa pengalaman traumatis dapat menjadi pemicunya.
Sejumlah penelitian menemukan adanya keterkaitan antara somnifobia dengan gangguan stres pascatrauma (PTSD). Menurut para ahli, mimpi buruk yang dialami oleh penderita PTSD dapat memicu rasa takut terhadap tidur.
Penyebab lainnya yang mungkin terjadi adalah ketidakmampuan penderita PTSD untuk tetap siaga saat tidur, sehingga muncul rasa takut akan kemungkinan kematian atau ancaman lain yang menyerang selama tidur.
Kenali Tanda-Tandanya
Somnifobia bukanlah sekadar ketakutan untuk tidur semata. Tetapi, pada penderitanya, tidur bisa menjadi sumber kecemasan berat. Penderita somnifobia akan mengalami ketakutan yang intens yang menimbulkan reaksi bagi fisik maupun emosional yang mengganggu.
Beberapa gejala yang sering dialami oleh penderita somnifobia, antara lain:
- Rasa takut yang tidak rasional terhadap tidur
- Tegangnya otot atau perasaan gelisah berkepanjangan
- Keringat berlebih meski tidak sedang beraktivitas
- Tubuh gemetar atau mengalami kejang ringan
- Napas pendek atau merasa sesakJantung berdebar lebih cepat dari biasanya
- Gangguan pencernaan seperti mual, sakit perut, hingga diare
- Munculnya serangan cemas atau panik mendadak
- Perasaan gelisah,
- mudah tersinggung, atau emosional
- Sakit kepala disertai rasa lelah yang terus-menerus
Gejala ini dapat disebut sebagai fobia apabila berlangsung selama minimal enam bulan, mengganggu aktivitas sehari-hari, dan tidak disebabkan oleh kondisi gangguan mental lainnya.
Cara Mengatasi Fobia Tidur
Belum diketahui penyebabnya hingga kini, somnifobia dapat diobati dengan berbagai terapi. Pendekatan umum yang digunakan untuk mengatasi penyakit ini adalah psikoterapi. Jenis-jenis terapi yang dilakukan untuk mengatasi ini antara lain:
- Terapi Pemaparan (Exposure Therapy)
Pada terapi ini, pasien secara perlahan diperkenalkan pada situasi yang memicu rasa takut dalam kondisi aman dan terkendali. Penelitian ini menunjukkan tingkat keberhasilan mencapai 90%.
- Terapi Perilaku Kognitif (CBT)
Terapi ini dilakukan dengan tujuan mengubah pola pikir negatif yang memperkuat rasa takut terhadap tidur.
- Virtual Reality
Melalui teknologi ini, pasien akan menghadapi ketakutannya lewat simulasi, tanpa harus langsung berada dalam situasi nyata.
- Mindfulness-Based Stress Reduction (MBSR)
Terapi ini menggunakan pendekatan terapi yang berfokus pada pengelolaan stres dan emosi. Ini merupakan bagian dari teknik terapi CBT.
- Penggunaan Obat
Penggunaan obat seperti antidepresan diberikan sebagai penunjang. Namun, jika tidak dibarengi dengan terapi psikologis, pengobatan tidak akan cukup efektif.