Liputan6.com, Jakarta Mitos kesehatan kerap menyebar turun-temurun dalam keluarga dan dipercaya begitu saja tanpa bukti ilmiah. Mulai dari aturan soal makanan, rambut, hingga kebiasaan sehari-hari yang sebagian ternyata tidak sesuai dengan fakta medis.
Dilansir dari Prevention, mempercayai mitos yang salah bisa berdampak pada kesehatan, baik dengan menimbulkan rasa cemas yang tidak perlu maupun mendorong perilaku yang justru berisiko.
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, kini berbagai penelitian berhasil membongkar kebenaran di balik sejumlah keyakinan lama. Fakta-fakta ini sekaligus memberi pemahaman baru tentang bagaimana tubuh manusia sebenarnya bekerja.
“Banyak sekali kepercayaan populer yang tidak didukung bukti ilmiah. Penting untuk meluruskannya agar masyarakat mendapat informasi kesehatan yang tepat,” ujar profesor dari Rutgers University Amerika Serikat, Donald Schaffner, Ph.D.
Mitos-mitos kesehatan ini tidak hanya memengaruhi cara orang bersikap sehari-hari, tetapi juga sering diwariskan dari generasi ke generasi tanpa pernah dipertanyakan.
Inilah mengapa edukasi kesehatan menjadi penting, agar masyarakat bisa membedakan antara kebiasaan yang sekadar tradisi dengan informasi kesehatan yang benar-benar terbukti.
Mitos: Aturan Lima Detik Aman untuk Makanan Jatuh
Banyak orang percaya bahwa makanan yang jatuh ke lantai masih aman dimakan jika segera diambil dalam lima detik. Faktanya, bakteri dapat berpindah dalam hitungan kurang dari satu detik.
"Aslinya aturan lima detik itu tidak nyata," kata Schaffner.
Menurut penelitiannya, bakteri langsung berpindah begitu makanan menyentuh permukaan. Jenis bakteri yang menempel juga bergantung pada lingkungan, misalnya apakah lantai terkena sepatu, lumpur, atau air kotor.
Mitos: Gula Membuat Anak Hiperaktif
Hubungan antara gula dan perilaku hiperaktif anak sudah lama dipercaya orangtua. Namun, penelitian besar menunjukkan tidak ada kaitannya. Menurut Prevention, banyak penelitian besar menunjukkan jawabannya tidak.
Perilaku anak yang terlihat bersemangat setelah pesta ulang tahun atau liburan lebih mungkin dipicu oleh suasana acara dan rangsangan lingkungan, bukan karena gula.
Bahkan, dalam satu studi kecil, orang tua yang percaya anaknya minum minuman manis menggambarkan mereka hiperaktif padahal minuman itu bebas gula.
Menurut American Academy of Pediatrics, konsumsi gula berlebihan tetap perlu dibatasi karena meningkatkan risiko obesitas, kerusakan gigi, diabetes tipe 2, hingga penyakit jantung.
Mitos: Cukur Bikin Rambut Lebih Tebal dan Gelap
Sebagian orang menganggap rambut tumbuh lebih tebal dan gelap setelah dicukur. Padahal, ini hanya ilusi.
“Mencukur tidak mengubah warna rambut, teksturnya, ataupun menambah jumlah folikel,” jelas mantan profesor dermatologi Yale University, Kurt Stenn, M.D.
Rambut terlihat lebih kasar setelah bercukur karena bagian ujung rambut yang lebih tipis terpotong, sehingga menyisakan pangkal yang lebih tebal.
Faktor sebenarnya yang memengaruhi warna, ketebalan, dan pertumbuhan rambut adalah genetik, hormon, usia, obat-obatan, hingga nutrisi. Jadi, mencukur tidak akan mengubah sifat dasar rambut seseorang.
Mitos: Permen Karet Tertelan Bertahan 7 Tahun di Perut
Orangtua sering memperingatkan anak agar tidak menelan permen karet dengan alasan bisa menetap di perut selama bertahun-tahun. Faktanya, tubuh memperlakukan permen karet sama seperti makanan lain yang sulit dicerna.
“Permen karet akan keluar bersama kotoran dalam beberapa hari,” jelas ahli gastroenterologi, Elena Ivanina, D.O.
Namun, menelan permen karet dalam jumlah besar bisa berbahaya karena berisiko menyumbat usus dan memicu gejala serius seperti sakit perut, mual, muntah, dan sembelit.
Kondisi ini termasuk darurat medis yang harus segera ditangani. Jadi, meski tidak menetap di perut tujuh tahun, menelan permen karet tetap tidak dianjurkan.
Mitos: Tidak Boleh Berenang Setelah Makan
Kepercayaan bahwa berenang setelah makan bisa memicu kram berbahaya juga tidak benar.
“Mungkin terasa tidak nyaman, tapi sebenarnya tidak berisiko,” kata Ivanina.
Sebuah kajian American Red Cross menunjukkan tidak ada kaitan antara makan sebelum berenang dengan risiko tenggelam. Mitos ini berasal dari keyakinan salah bahwa aliran darah ke perut saat mencerna makanan membuat otot lain melemah.
Faktanya, tubuh bisa “multitasking”. Meski begitu, berenang setelah makan besar bisa menimbulkan rasa tidak nyaman, asam lambung naik, atau perut kembung. Jadi, bukan berbahaya, melainkan sekadar membuat aktivitas fisik kurang nyaman.