Liputan6.com, Jakarta - Merasa lelah atau mengantuk di siang hari sering kali dianggap hal biasa, apalagi kalau Anda begadang, terlalu sibuk, atau memang butuh istirahat lebih. Tapi tahukah Anda, pada orang dewasa yang lebih tua, rasa kantuk berlebihan ternyata bisa menjadi sinyal awal demensia?
Penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Neurology menemukan fakta menarik tentang hubungan pola tidur siang dengan risiko demensia, terutama pada wanita lanjut usia.
Apa yang Ditemukan Peneliti?
Penelitian ini melibatkan 733 wanita berusia 80-an. Mereka dipantau pola tidurnya—termasuk kebiasaan tidur siang—dengan pelacak tidur selama lima tahun. Hasilnya, 164 orang mengalami gangguan kognitif ringan (MCI), sementara 93 orang terdiagnosis demensia.
Menariknya, mereka yang mengalami peningkatan rasa kantuk yang signifikan atau tidur siang berlebihan memiliki risiko hampir dua kali lipat untuk mengalami demensia di masa mendatang. Para ahli pun menyimpulkan bahwa perubahan pola tidur ini bisa menjadi red flag atau penanda awal.
Kenapa Kantuk Bisa Jadi Ciri Demensia?
Sayangnya, mekanismenya belum benar-benar dipahami. “Jika Anda bertanya kepada dua ahli saraf yang berbeda, Anda mungkin mendapatkan dua jawaban yang berbeda karena kita masih belum mengetahui alasan kita tidur,” ujar Dr. Clifford Segil, ahli saraf di Providence Saint John's Health Center, California, dilansir Prevention.
Namun begitu, Dr. Segil menjelaskan tidur punya peran besar dalam konsolidasi memori—yakni bagaimana ingatan jangka pendek diproses menjadi ingatan jangka panjang. Ini sebabnya tidur malam yang nyenyak justru jauh lebih penting daripada sekadar tidur siang berlebihan.
“Tidur malam yang cukup lebih penting bagi orang lanjut usia—orang-orang berusia 80-an—daripada tidur siang yang cukup,” tegasnya.
Kurang tidur di malam hari akan memengaruhi kemampuan otak mengingat, terutama pada orang lanjut usia.
“Pengambilan kembali ingatan kemungkinan besar dipengaruhi oleh kurang tidur pada pasien lansia,” kata Dr. Segil lagi.