Liputan6.com, Jakarta Ahmed adalah pemuda Gaza yang meninggal dunia ketika berjuang mencari makanan untuk ibunya, Asmahan Shaat.
Sebelum meninggalkan tempat pengungsian di al-Mawasi, pemuda 23 tahun itu berjanji pada sang ibu bahwa dirinya akan kembali dengan membawa makanan.
“Ia berkata kepada saya, ‘Bu, saya tidak akan mati. Saya akan membawakan sesuatu dari pusat bantuan di Rafah’,” kata Asmahan sambil menangisi jenazah anaknya seperti dikutip dari Aljazeera, Sabtu (5/7/2025).
Sebelum fajar, Ahmed pergi ke pusat bantuan bersama sepupunya, Mazen Shaat. Menurut Mazen, Ahmed tertembak di area perut ketika pasukan Israel menembaki kerumunan di dekat pusat distribusi bantuan Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) di Rafah.
Tak hanya Ahmed, serangan Israel juga menewaskan dan melukai warga Palestina lain yang tengah berjuang mencari makanan.
Sang ibu pun tak kuasa menahan tangis saat melihat tubuh putranya penuh luka tembak tergeletak di halaman Rumah Sakit Nasser di Gaza selatan. Aljazeera menggambarkan, teriakan ibu itu bergema di udara, suaranya tercekat oleh kesedihan.
Ia mencium wajah, tangan, dan kaki sang putra sambil menangis. Enam kerabatnya yang lain mencoba menahannya, tetapi ia menepis mereka.
"Biarkan aku bersamanya. Biarkan aku bersamanya. Ahmed akan berbicara lagi!” teriaknya.
Kesedihan Asmahan Shaat berubah menjadi amarah: "Apakah masuk akal jika anak saya harus mati karena dia pergi membawakan kami makanan? Di mana dunia yang menyebut dirinya bebas? Berapa lama penyiksaan ini akan berlangsung?"
Sejumlah warga Palestina di Gaza tidak percaya dengan adanya informasi gencatan senjata Israel dan Hamas. Mereka skeptis hal tersebut bakal terjadi.