Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kembali menegaskan komitmennya dalam melindungi masyarakat dari kejahatan obat dan makanan melalui penguatan strategi nasional cegah tangkal. Upaya ini kembali ditegaskan dalam Forum Komunikasi Pencegahan Kejahatan Obat dan Makanan 2025 yang digelar pada Senin (30/6/2025).
Forum ini menjadi salah satu wadah penting untuk konsolidasi, evaluasi, sekaligus pertukaran informasi dan praktik terbaik antara BPOM di tingkat pusat maupun Unit Pelaksana Teknis (UPT) di seluruh Indonesia.
Tantangan Kejahatan Obat dan Makanan yang Semakin Kompleks
Deputi Bidang Penindakan BPOM, Tubagus Ade Hidayat, menjelaskan bahwa pola kejahatan obat dan makanan saat ini berkembang semakin sistemik dan adaptif. Bukan hanya pola konvensional, kejahatan ini kini banyak memanfaatkan teknologi digital dan distribusi lintas wilayah.
“Selain memanfaatkan sumber daya yang dimiliki di masa efisiensi anggaran ini, pemanfaatan teknologi terkini seperti artificial intelligence (AI) juga perlu dikuatkan,” jelas Tubagus, dilansir dari laman resmi BPOM RI.
Ia menambahkan, transformasi strategi penindakan kini tidak bisa lagi bersifat linier, melainkan perlu terintegrasi dengan pendekatan multidimensional agar penegakan hukum tetap optimal dengan mengedepankan pencegahan.
BPOM pun menegaskan bahwa pendekatan ultimum remidium—penegakan hukum sebagai upaya terakhir—harus tetap dikedepankan. Namun, deteksi dini dan mitigasi risiko di hulu menjadi kunci keberhasilan.
Berpikir Sistem: Kunci Kebijakan Cegah Tangkal yang Efektif
Dalam forum ini, Direktur Laboratorium Analisis Big Data dan Simulasi Sosial SBM ITB Manahan Parlindungan Saragih Siallagan, menekankan pentingnya cara berpikir sistem untuk menghadapi kejahatan obat dan makanan yang kian rumit.
“Jangan hanya fokus pada satu sebab-satu akibat, tapi lihat hubungan multi sebab-multi akibat. Berpikir sistem membantu memetakan loop sebab-akibat dan memahami bagaimana intervensi di satu titik dapat berdampak ke titik lain,” ungkap Manahan.
Menurutnya, pola pikir seperti ini akan membantu merumuskan kebijakan publik yang lebih cerdas, terukur, dan kolaboratif.
Ia juga menyoroti pentingnya integrasi pendekatan multiperspektif di tengah era teknologi big data. Hal ini diharapkan dapat memperkuat peran BPOM dalam mendeteksi celah-celah kerawanan.
Kolaborasi Pusat dan Daerah Jadi Tulang Punggung Pencegahan
Dalam forum komunikasi ini, seluruh petugas cegah tangkal di UPT BPOM dan berbagai unit kerja terkait berpartisipasi secara daring. Mereka tidak hanya saling berbagi informasi terkait kondisi kerawanan di berbagai daerah, tetapi juga mendiskusikan praktik terbaik (best practice) yang bisa direplikasi.
Direktorat Cegah Tangkal pun memberikan apresiasi kepada sejumlah unit kerja atas kontribusinya. UPT BPOM yang dinilai berhasil mengimplementasikan fungsi cegah tangkal dengan konsisten mendapat penghargaan untuk kategori pemetaan kerawanan, penyusunan analisis, penggalangan pemangku kepentingan, hingga tindak lanjut rekomendasi.
“Transformasi strategi cegah tangkal perlu diarahkan pada penguatan sistem deteksi dini yang berorientasi pada pencegahan, bukan hanya penindakan,” ujar Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam sambutannya. Menurutnya, sinergi antarwilayah dan antarunit menjadi pondasi dalam melindungi masyarakat.
Menguatkan Peran Masyarakat sebagai Pemerhati Isu Kesehatan
Selain pelaksana teknis, publik juga memiliki peran penting dalam pencegahan kejahatan obat dan makanan. Guru Besar Kriminologi Universitas Indonesia, Adrianus Eliasta Meliala, yang turut menjadi narasumber, mengingatkan bahwa publik perlu aktif menjadi pemerhati isu-isu obat dan makanan.
“Perlu diperhatikan seberapa positif atau negatif tone pembicaraan publik tentang isu obat dan makanan, serta seberapa banyak elemen yang menjadikannya isu penting,” kata Adrianus. Menurutnya, kesadaran kolektif dari elemen pemerintah hingga masyarakat akan mendorong pengawasan yang lebih kuat.
BPOM berharap, forum komunikasi ini dapat memperkuat budaya saling dukung di internal BPOM sekaligus membuka ruang kolaborasi lintas sektor. Semua pihak diingatkan untuk tetap adaptif mengikuti dinamika modus kejahatan obat dan makanan, agar langkah pencegahan tidak tertinggal dari pelaku kejahatan.
Melalui forum ini pula, BPOM menegaskan kembali komitmen untuk terus berinovasi dalam sistem deteksi dini, penguatan regulasi, hingga pemanfaatan teknologi terkini agar masyarakat Indonesia terlindungi dari obat dan makanan ilegal yang berbahaya bagi kesehatan.