TEMPO.CO, Yogyakarta- Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mendesak Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo bertanggung jawab terhadap represi aparat polisi dalam demonstrasi mahasiswa pada Hari Buruh Internasional di sejumlah kota, di antaranya Semarang dan Jakarta.
Pilihan Editor:Banyak Sengketa Pulau Selain di Aceh dan Sumatera Utara
Sebagai bentuk protes, BEM UGM menggelar diskusi publik Bulaksumur Menegur dengan mengundang Kapolri Listyo Sigit. Diskusi itu akan digelar pada Sabtu sore, 21 Juni 2025 di Boulevard atau Bunderan UGM. Diskusi itu juga mendatangkan akademisi dan jurnalis. BEM UGM telah mengirim surat kepada Kapolri pada Rabu, 18 Juni 2025. “Kapolri perlu turun tangan karena anak buahnya sewenang-wenang dan berlebihan,” kata Tiyo, Sabtu, 21 Juni 2025.
Ketua BEM KM UGM Tiyo Ardianto mengatakan Kapolri telah merespons surat yang BEM kirim. Informasi itu BEM dapatkan dari pemberitaan media massa. Kapolri menyatakan akan mengecek surat itu dan sedang ada kegiatan saat ada diskusi BEM UGM.
Menurut Tiyo, bila Kapolri menyatakan tidak bisa datang, maka sebaiknya dia mengutus anak buahnya untuk menemui mahasiswa pada diskusi tersebut. Mahasiswa ingin mendengar langsung sikap Kapolri. “Jangan biarkan kami tidak percaya dengan slogan Polri untuk masyarakat,” katanya.
BEM telah mengirimkan surat yang isinya meminta Kapolri Sigit datang sebagai narasumber dalam diskusi publik tersebut melalui Kantor Pos Besar di Titik Nol Yogyakarta. Surat ini sindiran terhadap aparat polisi yang represif terhadap gerakan mahasiswa.
Dalam surat itu, BEM menyertakan topik diskusi bernada satir, yakni "Tips dan Trik Mengayomi Mahasiswa dalam Aksi Demonstrasi." Mereka menuding aparat kepolisian represif terhadap berbagai unjuk rasa mahasiswa.
Bunyi surat itu adalah "Bapak tentu tahu dan membiarkan, atau justru diam-diam memerintahkan (?) bahwa pada peringatan May Day lalu, banyak mahasiswa yang ditangkap, bahkan tim medis serta jurnalis ikut menjadi korban intimidasi dan kriminalisasi."
Hal serupa terjadi pada penolakan revisi UU TNI, pembentukan Danantara, dan demonstrasi lainnya yang selalu diwarnai dengan tindakan represif.
"Sampai sekarang tidak sedikit massa aksi yang merupakan mahasiswa ditetapkan sebagai tersangka atas ekspresi cintanya pada Indonesia. Inikah, wajah Polri untuk Masyarakat? Kami tunggu kehadiran bapak di Boulevard UGM."
Surat tersebut telah mereka unggah di akun Instagram BEM KM UGM. Polisi di sejumlah daerah menangkap dan menetapkan mahasiswa sebagai tersangka dengan dugaan menimbulkan kericuhan dalam unjuk rasa Hari Buruh Internasional atau May Day di sejumlah daerah di antaranya Semarang, Bandung, dan Jakarta.
Di Semarang, Jawa Tengah misalnya, delapan mahasiswa ditahan di Rumah Tahanan Semarang. Sejumlah kalangan memprotes penangkapan dan penahanan mahasiswa sebagai bentuk represifnya aparat terhadap mahasiswa.
Protes itu di antaranya datang dari Lembaga Bantuan Hukum Semarang dan Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik atau KIKA. Mereka telah mengajukan penangguhan penahanan. Tapi, polisi masih menahan mahasiswa, sebagian menjadi tahanan kota dan harus melapor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini