Liputan6.com, Jakarta - CEOWORLD Magazine merilis laporan tahunan Best Countries for Women 2025 yang menilai 156 negara berdasarkan sembilan indikator, mulai dari kesetaraan gender, keamanan, hingga keterlibatan perempuan di parlemen.
Survei ini melibatkan hampir 280.000 perempuan di seluruh dunia. Hasilnya, delapan dari sepuluh besar negara terbaik bagi perempuan berasal dari Eropa. Hal ini menunjukkan benua Eropa masih mendominasi standar kesetaraan gender global.
Menurut CEO CEOWORLD Magazine, Amarendra Bhushan Dhiraj, tidak ada negara yang sepenuhnya aman dan setara bagi perempuan.
"Sejujurnya, tidak ada satu negara pun di dunia ini di mana perempuan menikmati keselamatan dan kesetaraan penuh. Namun, beberapa negara memang tampil lebih baik dalam hal hak setara, inklusi sosial, dan keamanan," ujarnya.
Selain Eropa, dua negara lain yang masuk 10 besar adalah Kanada (peringkat ke-6) dan Selandia Baru (peringkat ke-8).
Secara keseluruhan, laporan ini dianggap penting untuk memberikan gambaran nyata mengenai tempat terbaik bagi perempuan untuk hidup, bekerja, dan mendapatkan perlindungan hak mereka.
Belanda menempati posisi puncak dengan skor tinggi pada kesetaraan upah, representasi politik, serta tingkat keamanan perempuan di ruang publik.
Dominasi Eropa dalam Daftar
Sementara itu, negara-negara Asia seperti Jepang berada di posisi ke-15, Australia ke-16, dan Inggris ke-17.
"Ada pola diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan yang masih terjadi, meski tingkatannya berbeda di setiap negara," tambah Dhiraj.
Delapan dari sepuluh besar negara terbaik bagi perempuan berasal dari Eropa, termasuk Finlandia, Swiss, Prancis, dan Jerman.
"Negara-negara ini menunjukkan komitmen kuat terhadap hak perempuan, kesetaraan pendidikan, dan perlindungan di ruang publik," tulis laporan CEOWORLD.
Tantangan Masih Ada
Penilaian dilakukan dengan memperhatikan sembilan aspek, mulai dari representasi perempuan di parlemen, tingkat keamanan di malam hari, hingga partisipasi kerja.
"Studi ini mengevaluasi 156 negara dengan sembilan indikator berbeda, mencakup kesetaraan gender hingga inklusi sosial perempuan," kata laporan tersebut.
Meski beberapa negara menonjol, laporan menyebutkan masih ada kesenjangan besar di banyak wilayah dunia.
"Faktor regional, rasial, dan sosial-ekonomi menjadi penentu utama objektifikasi perempuan dan kesenjangan gender," kata Dhiraj.