SEJUMLAH pihak menanggapi usul Partai NasDem yang meminta pemerintah pusat mengeluarkan penundaan sementara pembangunan Ibu Kota Nusantara atau moratorium IKN di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai NasDem Saan Mustopa mengatakan moratorium dilakukan bila pemerintah belum bisa menetapkan IKN sebagai ibu kota negara dengan mengeluarkan keputusan presiden (keppres). “Moratorium sementara itu dengan mempertimbangkan kemampuan fiskal dan prioritas nasional,” kata dia dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, 18 Juli 2025 dipantau via YouTube NasDem.
Usulan tersebut mendapat tanggapan dari berbagai kalangan. Sebagian di antara mereka tidak setuju pemerintah menunda sementara pembangunan IKN.
Golkar Tak Setuju Usul Moratorium Pembangunan IKN
Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menyatakan tak setuju dengan usul penundaan sementara atau moratorium pembangunan IKN. Menurut dia, proyek yang dicanangkan pada periode kedua pemerintahan Joko Widodo itu mesti tetap dilanjutkan.
Bahlil mengatakan pembangunan IKN sudah memiliki perencanaan dan tahapan pembangunan. “Perencanaan itu saja yang dijalankan,” kata dia ditemui di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu, 23 Juli 2025.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral itu berujar proses pembangunan ibu kota baru itu membutuhkan waktu tak singkat. Dia juga menilai pembangunan IKN tidak bisa dipercepat, apalagi keluar dari tahapan dan perencanaan.
Meski begitu, ujar Bahlil, tidak pernah ada rencana dari pemerintah untuk melakukan moratorium pembangunan IKN. “Setahu saya tidak ada moratorium,” ucapnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Golkar, Zulfikar Arse Sadikin, mengatakan moratorium pembangunan IKN belum diperlukan karena berbagai pertimbangan. Zulfikar mengatakan, secara hukum, IKN memang belum resmi menjadi ibu kota negara sampai Presiden mengeluarkan keputusan presiden (kepres) tentang pemindahan ibu kota.
“Jadi, soal pindah ibu kota negara, tergantung dari keputusan politik Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Selama belum ada perubahan, maka moratorium belum dibutuhkan,” kata Zulfikar saat dihubungi pada Sabtu, 19 Juli 2025.
Zulfikar mengatakan, sejak awal, para ahli mengatakan pembangunan ibu kota baru ini memang membutuhkan waktu 30 tahun sampai IKN siap menjadi kota mandiri. Sehingga, sedari awal, pemindahan ibu kota tidak bisa secara terburu-buru.
Menurut dia, pemberlakuan moratorium juga tidak berarti negara tidak mengeluarkan anggaran lagi buat IKN. Sebab, IKN membutuhkan anggaran perawatan gedung dan infrastruktur yang sudah dibangun.
“Saya kira tidak perlu dimoratorium, namun tetap dibangun sesuai dengan kemampuan anggaran yang ada tanpa perlu tergesa-gesa memaksakan pindah ibu kota segera,” ujarnya.
Zulfikar mengatakan infrastruktur yang sudah dibangun pun tetap bisa dimanfaatkan oleh negara atau pemerintah daerah.
Anggota DPR Khawatir Moratorium Bikin Pembangunan IKN Terbengkalai
Anggota Komisi II DPR Ahmad Irawan khawatir usulan moratorium atau penundaan sementara pembangunan IKN bisa membuat pembangunannya terbengkalai.
Ahmad mengatakan status IKN telah diputuskan secara politik sebagai ibu kota. Menurut dia, usulan moratorium pembangunan tidak tepat karena ada lembaga Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) yang berfokus mengurusi IKN. Sehingga proses pembangunan diharapkan bisa dilakukan secara akseleratif.
“Moratorium pembangunan akan berpotensi membuat IKN menjadi terbengkalai,” kata Ahmad saat dihubungi pada Sabtu, 19 Juli 2025.
Legislator Fraksi Partai Golkar itu mengatakan keputusan presiden ihwal pemindahan ibu kota negara merupakan wewenang Presiden Prabowo Subianto. Dia menilai Presiden yang tahu atau tidak kesiapan pemerintah pindah ke IKN.
“Sehingga mengenai keppres pemindahan sepenuhnya kita serahkan kepada Presiden untuk menilai dan memastikan kesiapan kapan untuk pindah,” ujarnya.
Pria yang akrab disapa Wawan itu juga menekankan yang terpenting saat ini adalah memastikan pembangunan terus berjalan secara bertahap, termasuk perawatan infrastruktur yang telah dibangun.
“Kami konsisten terhadap rencana pembangunan IKN sebagaimana yang tertulis dalam rencana induk yang telah disepakati secara politik dan berlaku sebagai hukum,” katanya.
Wawan mengatakan, apabila ada perubahan rencana, harus dilakukan penyesuaian dan revisi terhadap Undang-Undang IKN yang ada dan sedang berlaku.
Legislator PKB Sebut Penghentian Pembangunan IKN Langgar Undang-undang
Adapun Legislator Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Mohammad Toha, mengatakan IKN sudah disepakati secara nasional dan memiliki undang-undang. Sehingga menghentikan pembangunan akan melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.
Menurut Toha, yang paling mungkin dilakukan adalah penjadwalan ulang tahapan pembangunan lewat keputusan presiden dengan menyesuaikan anggaran yang tersedia.
Dia mengatakan moratorium atau penundaan IKN harus dimaknai penundaan jadwal penyelesaian dengan proses pembangunan tetap berjalan, bukan penghentian pembangunan. “Artinya bisa menjadwalkan ulang didasarkan pada ketersediaan anggaran,” kata dia.
OIKN: Pembangunan IKN Tetap Dilanjutkan di Tengah Pemangkasan APBN
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) Basuki Hadimuljono mengatakan tetap melanjutkan pembangunan proyek IKN di tengah pemangkasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Mantan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di era Presiden Joko Widodo itu menyebutkan telah memperoleh kepastian alokasi anggaran dari Presiden Prabowo.
Anggaran yang disiapkan sebesar Rp 48,8 triliun dialokasikan untuk pelaksanaan pembangunan tahap kedua yang direncanakan berlangsung hingga 2028. Prabowo meminta Basuki memfokuskan pembangunan pada kawasan legislatif, yudikatif, serta infrastruktur pendukungnya.
Untuk tahun anggaran 2026, pagu indikatif OIKN ditetapkan sebesar Rp 5,5 triliun. Namun Basuki mengusulkan tambahan dana Rp 16,13 triliun dari APBN. Dana tersebut akan digunakan untuk membangun kantor dan hunian lembaga legislatif dan yudikatif, termasuk sarana pendukung lainnya dalam tahap kedua proyek IKN. “Akhir Juli akan ada tender untuk proyek baru,” ujar Basuki di DPR pada Selasa, 8 Juli 2025.
Hendrik Yaputra, Novali Panji Nugroho, Eka Yudha Saputra, dan Riri Rahayu berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Polemik Status Kewarganegaraan Eks Marinir Satria Arta Kumbara