TEMPO.CO, Jakarta - Pada 23 Juli 2001, Megawati Soekarnoputri resmi memulai jabatannya menjadi Presiden Indonesia. Megawati dilantik menjadi Presiden Indonesia ke-5 dan menjadi Presiden wanita pertama Indonesia.
Pemilik nama lengkap Diah Permata Megawati Setiawati Soekarnoputri tersebut lahir di Yogyakarta pada 23 Januari 1947. Megawati merupakan anak kedua dari pasangan Fatmawati dan Sukarno, presiden pertama Indonesia. Megawati menjabat sebagai kepala negara pada 23 Juli 2001 hingga 20 Oktober 2004.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Megawati berhasil terpilih menjadi Presiden Indonesia melalui mekanisme Sidang Istimewa (SI) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). SI tersebut dilakukan oleh MPR sebagai respons atas dekrit yang dikeluarkan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Salah satu isi dari SI tersebut adalah keputusan untuk membekukan MPR dan DPR. Sebelumnya, Megawati menjabat sebagai wakil presiden pada masa pemerintahan Gus Dur. Selain itu, Megawati juga merupakan ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pada 1999.
Perempuan yang akrab disapa Mega tersebut pertama kali terjun ke dunia politik pada 1986, yakni saat masih berusia 39 tahun. Megawati kala itu menjabat sebagai wakil ketua PDI Cabang Jakarta Pusat. Sebagai seorang yang baru saja terjun ke dunia politik, Megawati hanya butuh waktu satu tahun untuk menjadi anggota DPR RI dengan daerah pemilihan atau Dapil Jawa Tengah.
Dalam Kongres Luar Biasa PDI, Megawati terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PDI yang diselenggarakan di Surabaya pada 1993. Megawati merupakan perempuan pertama yang menduduki pucuk kepemimpinan partai, setidaknya selama Orde Baru.
Akan tetapi, pemerintah saat itu tidak puas dengan terpilihnya Megawati sebagai Ketua Umum PDIP. Akhirnya, Megawati diturunkan dalam Kongres PDI di Medan pada 1996. Kongres tersebut menjadi momentum terpilihnya Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI atas peran Presiden Soeharto.
Megawati berupaya tetap mempertahankan kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat. Sayangnya, kubu Soerjadi mengerahkan massa untuk merebut paksa kantor DPP PDI pada Sabtu, 27 Juli 1996. Peristiwa tersebut berujung pada kerusuhan massa di Jakarta yang disebut Kudatuli atau kerusuhan dua puluh tujuh Juli.
Berdasarkan catatan Komnas HAM, peristiwa berdarah tersebut menyebabkan lima orang meninggal, 149 orang luka-luka, 136 orang ditahan, dan 23 orang dihilangkan secara paksa dalam dan pasca-peristiwa. Akibat dari peristiwa itu, PDI akhirnya menjadi pro-Megawati dan pro-Soerjadi. Pada Pemilu 1999, PDI kubu Mega menjadi PDI Perjuangan (PDIP).
Megawati kembali terpilih menjadi Ketua Umum DPP PDIP pada 1998. Kepemimpinan Megawati sedianya berlangsung hingga tahun 2003, namun PDIP lantas menggelar Kongres I di Semarang, Jawa Tengah pada 2000. Walaupun kembali mengukuhkan Megawati sebagai Ketua Umum, masa jabatannya diperbarui dari 2000 hingga 2005.
Pada 20 Oktober 1999 hingga 23 Juli 2001, Megawati menjadi Wakil Presiden Indonesia mendampingi Presiden Abdurrahman Wahid. Kemudian, pada 23 Juli 2001, pelantikan Presiden Megawati menggantikan Gus Dur yang diberhentikan melalui Sidang Istimewa MPR.
Megawati bukan hanya perempuan pertama yang menjadi pucuk pimpinan partai politik, namun juga perempuan pertama yang menjadi presiden di Indonesia. Megawati menjabat sebagai Presiden RI hingga 20 Oktober 2004 bersama politisi Partai Persatuan Pembangunan, Hamzah Haz sebagai wakil presiden.