WAKIL Ketua Komisi XIII Dewan Perwakilan Rakyat Andreas Hugo Pareira meminta tim independen pencari fakta untuk melaporkan temuan perihal kericuhan dalam demonstrasi Agustus hingga September lalu. Tim independen itu dibentuk oleh enam lembaga hak asasi manusia untuk menginvestigasi dampak demonstrasi, seperti jatuhnya korban jiwa hingga pemulihan HAM dari korban di lapangan.
Andreas mendesak supaya tim independen itu melaporkan temuannya. “Kami harap lebih cepat lebih baik (tim independen) untuk memberikan laporan apa yang sudah diperoleh dari investigasi-investigasi yang mereka lakukan,” kata dia di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Selasa, 16 September 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Kerusuhan dalam gelombang unjuk rasa itu telah menimbulkan setidaknya sepuluh korban jiwa. Selain itu, terdapat korban luka-luka, demonstran yang ditangkap dan ditahan oleh aparat sewenang-wenang, kerusakan fasilitas umum, kerugian harta benda hingga trauma sosial.
Andreas meyakini bahwa amuk massa yang turut diwarnai dengan penjarahan rumah anggota DPR dan menteri itu tidak murni dilakukan oleh massa aksi. Sehingga ia berharap tim pencari fakta turut membuka tabir siapa yang sesungguhnya memotori kericuhan dalam demonstrasi.
“Ada amuk massa yang terjadi di situ. Ini tentu bukan hal yang terjadi organik. Ini perlu diungkap sehingga kita tidak lagi mengulangi peristiwa-peristiwa yang sama,” kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
Adapun enam lembaga yang bergabung dalam tim pencari fakta kerusuhan demo ialah Komisi Nasional atau HAM, Komnas Perempuan; Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI); Ombudsman RI; Komisi Nasional Disabilitas; dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Wakil Ketua Komnas HAM Abdul Haris Semendawai mengatakan pembentukan tim independen lembaga HAM sebagai respons peristiwa unjuk rasa dan kerusuhan yang terjadi pada Agustus-September 2025 di Jakarta dan berbagai kota di Indonesia. “Tim ini dibentuk untuk mendorong kebenaran penegakan hukum, pemulihan korban, serta pencegahan agar pelanggaran serupa tidak berulang,” kata diq di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat, 12 September 2025.
Sementara itu, LPSK menyatakan bahwa pembentukan tim itu akan memastikan suara korban tidak terabaikan. Wakil Ketua LPSK Sri Suparyati mengatakan tim yang dibentuk tidak hanya berfokus pada pencarian fakta, tetapi juga menempatkan kondisi korban dan keluarganya sebagai prioritas utama.
"Melalui kerja sama enam lembaga HAM, tim menghimpun data, informasi, serta pengalaman langsung dari para korban, untuk kemudian dianalisis secara menyeluruh," ujar Sri dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu, 13 September 2025 seperti dilansir dari Antara.
Dia membeberkan landasan kerja tim tersebut didasarkan pada mandat peraturan perundang-undangan yang melekat pada masing-masing institusi sesuai dengan tugas dan fungsi lembaga. Aturan dimaksud, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 untuk Komisi Nasional (Komnas) HAM, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 181/1998 juncto Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 65/2005 jo. Perpres Nomor 8 Tahun 2024 untuk Komnas Perempuan, UU Nomor 13/2006 jo. UU Nomor 31/2014 untuk LPSK, UU Nomor 37/2008 untuk Ombudsman, UU Nomor 23/2002 jo. UU Nomor 35/2014 untuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), serta UU Nomor 8/2016 untuk Komnas Disabilitas (KND).