TEMPO.CO, Jakarta - Raja Keraton Sri Sultan Hamengkubuwono IX tercatat sebagai pegawai negeri sipil pertama republik yang memiliki Nomor Induk Pegawai (NIP) 010000001. Ayah Gubernur DIY Sultan Hamengkubuwono X tersebut merupakan raja keraton yang berkuasa di Keraton Yogyakarta pada 1940-1988.
Ketentuan mengenai penetapan Sultan Hamengkubuwono X atau Sultan HB IX tersebut tertuang dalam Kartu Pegawai Negeri Sipil (PNS) Republik Indonesia. Kartu tersebut diterbitkan Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN) di Jakarta, 1 November 1974 yang ditandatangani Kepala BAKN saat itu, A.E. Manihuruk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kartu PNS itu, disebutkan Sultan Hamengku Buwono IX telah menjadi pegawai sejak 1940. Di tahun yang sama, pemimpin Keraton Yogyakarta tersebut juga dinobatkan menjadi Raja Keraton Yogyakarta, tepat lima tahun sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaan.
Penghageng Tepas Dwarapura Keraton Yogyakarta, Kanjeng Raden Tumenggung Jatiningrat alias Romo Tirun mengatakan terdapat proses yang membuat Sultan Hamengkubuwono IX dapat menyandang PNS pertama sekaligus tertua di Indonesia walaupun pada saat itu Indonesia belum merdeka.
"Nomor NIP itu diberikan pemerintah pusat karena sikap beliau saat jumenengan (bertahta) di tahun 1940," kata Tirun kepada Tempo di sela syawalan Trah Hamengkubuwono di Dalem Benawan Rotowijayan Yogyakarta, pada Ahad 16 Juni 2019.
Tirun mengatakan dirinya mendapatkan salinan kartu pegawai HB IX karena saat itu bertugas di Keraton untuk mengurusi dana tunjangan pensiunan janda pasca Sultan HB IX wafat. Sultan Hamengkubuwono IX tercatat menjadi Wakil Presiden Indonesia ke-2 yang menjabat pada 23 Maret 1973 hingga 23 Maret 1978.
Tirun mengatakan, saat naik tahta menjadi raja, Sultan Hamengku Buwono IX mendeklarasikan pidato yang cukup fenomenal saat situasi Indonesia belum merdeka. Dalam pidatonya yang disampaikan pada 18 Maret 1940, Sultan Hamengkubuwono IX mengatakan, “Di pundak saya, ada satu tugas yang berat. Saya harus mengharmoniskan antara yang Barat dan yang Timur, tanpa yang Timur kehilangan kepribadiannya. Walaupun saya mendapatkan pendidikan Barat yang sesungguhnya, saya adalah tetap orang Jawa.
Kemudian, Sultan HB IX menutup pidato jumenengannya tersebut dengan menyatakan, “Maka saya akan mendharmabaktikan diri saya, kepada nusa dan bangsa sesuai dengan kemampuan yang ada pada diri saya”.
Tirun menjelaskan, "Saat itu Hamengku Buwono IX mengatakan akan mengabdi untuk republik dengan menyatakan 'kepada nusa dan bangsa' bukan 'kepada negara' karena saat itu belum merdeka.
Pidato Sultan HB IX sebagai raja yang bersedia mengabdikan diri untuk nusa dan bangsa pada 1940 tersebut membuat pemerintah Indonesia mengapresiasinya dan mencatatnya sebagai pegawai pertama republik dengan memberinya nomor induk pegawai bernomor istimewa, yakni 010000001 pada 1974.
"Pemberian NIP untuk Sultan Hamengkubuwono IX itu menjadi salah satu saja bentuk pengakuan pemerintah atas keistimewaan DIY, tapi sejarah seperti itu belum banyak diketahui para trah Hamengkubuwono sampai kenapa DIY sudah selayaknya mendapatkan Undang-Undang Keistimewaan," ujar Tirun.
Selama hidup, pria dengan nama kecil Gusti Raden Mas Dorodjatun tersebut memberi banyak sumbangsih terhadap Indonesia. Sultan Hamengkubuwono IX mengirim telegram ucapan selamat kepada Sukarno dan Moh. Hatta. Dua minggu kemudian, Sultan HB IX bersama Paku Alam VIII, mengeluarkan maklumat yang menyatakan Yogyakarta merupakan bagian dari wilayah Republik Indonesia.
Selain itu, Sultan Hamengkubuwono IX juga pernah mengusulkan pemindahan Ibukota Indonesia karena situasi di Jakarta tidak aman setelah kedatangan sekutu. Sultan HB IX mengatakan Yogyakarta siap menjadi ibu kota negara Republik yang baru berdiri tersebut.
Sultan Hamengkubuwono IX wafat tanggal 2 Oktober 1988 malam saat mengunjungi Amerika dan menghembuskan nafas terakhirnya di George Washington University Medical Center. Sultan HB IX dimakamkan di Kompleks Pemakaman Raja-Raja di Imogiri.