TEMPO.CO, Jakarta -- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menyatakan rokok tanpa cukai menjadi barang ilegal yang paling banyak beredar. Fakta itu terlihat dari dominasi rokok ilegal dalam proporsi barang-barang yang disita oleh Bea Cukai selama tahun ini.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Djaka Budhi Utama menyatakan, Bea Cukai telah menindak 13.248 barang ilegal hingga Juni 2025. Total nilai hasil penindakan itu Rp 3,9 triliun. "Dari jumlah tersebut, komoditas rokok ilegal masih mendominasi dengan proporsi 61 persen dari total penindakan," ujar Djaka Budhi dalam keterangan tertulis pada Jumat, 18 Juli 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Djaka, jika dibandingkan secara tahunan antara 2024 dan 2025, jumlah penindakan barang ilegal menurun sebesar 4 persen. Namun, jumlah batang rokok ilegal yang berhasil merek sita justru meningkat hingga 38 persen. "Hal ini menunjukkan peningkatan kualitas pengawasan dan efektivitas dalam proses penindakan," tutur dia.
Salah satu operasi penindakan rokok ilegal oleh Bea Cukai adalah Operasi Gurita yang berlangsung sejak 28 April hingga 30 Juni 2025. Dalam kurun waktu tersebut, ada 3.918 penindakan dengan total barang hasil penindakan mencapai 182,74 juta batang rokok ilegal.
Bea Cukai juga memberi 10 sanksi administratif kepada pabrik yang melanggar ketentuan cukai rokok dengan nilai sebesar Rp 1,2 miliar. Bea Cukai juga mengekspos pabrik-pabrik rokok ilegal, salah satunya menyita empat unit mesin pembuat rokok yang disita dalam penindakan pada 28 Februari 2025 di sebuah pabrik rokok ilegal di wilayah Jawa Timur.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (Rukki) Mouhamad Bigwanto menilai rokok ilegal akan terus ada selama produsen dibiarkan membuat dan menyebarkan barang tersebut. Kemudahan memiliki mesin pelinting dia nilai menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi menjamurnya jumlah mereka.
Menurut Bigwanto, produksi rokok ilegal masih sangat mudah dilakukan di Indonesia. "Karena untuk mesin pelinting itu masih bisa diimpor dan dibeli sendiri tanpa ada lisensi. Menurut saya itu yang mengkhawatirkan," kata Bigwanto pada Senin, 15 Juli 2025.
Saat ini, kata Bigwanto, orang yang memiliki modal bisa memperoleh akses ke mesin pelinting rokok massal dengan mudah. Kondisi itu kemudian menyebabkan munculnya industri-industri kecil yang tidak terpantau oleh otoritas. Seharusnya, kata dia, pemerintah memasukkan mesin pelinting rokok dalam daftar larangan dan pembatasan impor. Dengan begitu, produksi rokok ilegal yang marak bisa dihentikan di hilir.