TEMPO.CO, Jakarta -- Politikus Golkar Zulfikar Arse Sadikin mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan penyelenggaraan pemilihan umum di tingkat nasional dan daerah. Zulfikar mengatakan, DPR harus segera mengakomodasi putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/ dalam revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. "Jadikan putusan nomor 135 itu momentum bagi kita segera menyusun Undang-Undang Pemilu yang memang kita putuskan. Kita inisiasi berubah," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR itu saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Rabu, 16 Juli 2025.
Zulfikar menjelaskan, revisi Undang-Undang Pemilu melalui sistem kodifikasi penggabungan dengan Undang-Undang Partai Politik. Menurut dia, hal itu sesuai dengan kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan adanya kesepakatan DPR membawa RUU Pemilu ke dalam Program Legislasi Nasional 2025, dia berharap perdebatan tentang putusan MK tak menghalangi pembahasan revisi undang-undang tersebut. "Itu sesuai mekanisme dan itu elegan," kata dia.
Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan putusan MK yang memisahkan pemilu dan pilkada menyalahi Undang-Undang Dasar 1945. Putusan tersebut mengharuskan pemilihan umum tingkat nasional dan lokal digelar terpisah. Dalam putusan tersebut pemilu tingkat lokal diselenggarakan paling singkat 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun setelah pemilu nasional.
Semua fraksi partai politik, menurut Puan, mempunyai sikap yang sama. Mereka satu suara bahwa pemilu seharusnya dihelat lima tahun sekali, bila mengacu pada konstitusi. “Jadi apa yang sudah dilakukan oleh MK, menurut undang-undang, itu menyalahi Undang-Undang Dasar,” kata Puan seusai sidang paripurna di DPR, Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa, 15 Juli 2025.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu mengatakan, DPR secara resmi belum mengambil sikap. Saat ini masing-masing fraksi masih mengkaji, sehingga nantinya mereka akan menindaklanjuti sesuai kewenangan.
Puan juga belum memutuskan alat kelengkapan dewan (AKD) mana yang akan bertugas untuk membahas revisi Undang-Undang Pemilu. "Kami akan tindaklanjuti (RUU Pemilu) sesuai dengan mekanismenya apakah nanti itu di Badan Legislasi atau di Komisi II. Jadi antara Komisi II dan Baleg masih akan kami diskusikan di pimpinan (DPR)," tutur Puan.
Ervana Trikarinaputri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.