TEMPO.CO, Jakarta -- Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) memperkenalkan asesmen literasi membaca dan numerasi dalam kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Satuan Pendidikan (MPLS) Ramah tahun ajaran 2025/2026. Tujuannya bukan untuk memberi nilai atau peringkat, melainkan alat bantu guru dalam merancang pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan murid.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti mengatakan, asesmen tersebut berangkat dari temuan langsung dan juga video yang diterima, misalnya siswa sekolah menengah pertama (SMP) yang belum bisa baca atau siswa sekolah menengah atas (SMA) yang belum bisa berhitung. “Itu jadi tantangan tersendiri bagi guru saat mulai mengajar,” ujar Abdul Mu’ti dalam keterangan resmi, Jumat, 18 Juli 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mu’ti menegaskan asesmen ini bukan tes kelulusan. Tujuan utamanya adalah mendeteksi dini murid-murid yang memerlukan pendampingan, agar proses belajar menjadi lebih adil dan inklusif.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Pusat Penguatan Karakter Kemendikdasmen Rusprita Putri Utami mengatakan, asesmen ini diterapkan pada murid baru jenjang SMP dan SMA/SMK. “Harapannya, hasil asesmen jadi alat guru untuk mem ahami kemampuan awal murid dalam literasi dan numerasi, lalu merancang pembelajaran yang sesuai,” kata Rusprita.
Berbeda dari penilaian akademik konvensional, hasil asesmen tidak berupa skor atau peringkat dan tidak digunakan untuk menilai kompetensi murid secara keseluruhan. Hasilnya bersifat internal dan hanya digunakan oleh satuan pendidikan. Sekolah tidak diperbolehkan bersaing atau membandingkan hasil antar satuan pendidikan.
Kementerian Pendidikan juga menekankan pentingnya kejujuran dalam pelaksanaan asesmen. Guru dan sekolah diminta tidak memberi latihan atau kunci jawaban agar hasil mencerminkan kemampuan nyata murid. Adapun untuk murid dengan hambatan intelektual tidak disarankan mengikuti asesmen ini dan sekolah diperbolehkan menyesuaikan pelaksanaannya.