
KEBUN Binatang Tiergarten di Nurnberg, Jerman menjadi sorotan setelah memutuskan menembak mati 12 babon guinea. Keputusan tersebut menuai kritik keras dari berbagai pihak, terutama aktivis hewan yang menilai pembunuhan itu sebagai kegagalan pengelolaan yang tidak dapat dibenarkan.
Pihak pengelola kebun binatang mengambil langkah tersebut setelah pertimbangan bertahun-tahun karena alasan keterbatasan ruang, hal yang menjadi masalah utama di Kebun Binatang Nurnberg.
Sebelum dilakukan pemusnahan, terdapat 46 ekor babon guinea yang ditempatkan dalam fasilitas yang sebenarnya hanya dirancang untuk menampung 25 ekor.
Menurut ahli primata, Fischer, kondisi semacam ini dapat memicu ketegangan antarprimata, seperti perebutan makanan maupun pasangan.
Situasi berbeda yang ditemukan di alam liar, ketika kelompok babon dari klan yang berbeda biasanya menjaga jarak dan menghindari kontak secara langsung. Agresi fisik jarang terjadi, tetapi ketika terjadi, hewan-hewan tersebut dapat saling melukai dengan serius.
Secara alamiah, babon guinea memiliki struktur sosial yang kompleks. Mereka hidup dalam kelompok reproduksi yang terdiri dari seekor jantan dominan sebagai pemimpin, satu atau beberapa betina, dan keturunan mereka.
Kelompok-kelompok ini kemudian bergabung dan membentuk sebuah klan, yang pada gilirannya akan membentuk kelompok sosial yang lebih besar.
Namun, karena tidak adanya hierarki yang ketat membuat jalinan kekerabatan antarbabon menjadi lebih longgar. Babon betina memiliki kebebasan untuk berpindah pasangan, yang memperkuat pertukaran antargenetik. Fleksibilitas sosial ini memberi ruang adaptasi yang besar bagi babon, termasuk saat kehilangan anggota kelompok.
Fischer, menegaskan perubahan dalam struktur sosial adalah hal yang alami bagi spesies ini. Ia menambahkan bahwa meskipun kehilangan pasangan dapat memicu stres jangka pendek, biasanya kondisi tersebut berlangsung hanya satu hingga dua hari sebelum individu mencari ikatan baru.
Meskipun demikian, tindakan menembak mati 12 ekor babon dinilai terlalu kejam. Aktivis menyalahkan kebun binatang yang gagal mengantisipasi lonjakan populasi dengan baik.
Mereka menyoroti bahwa hewan-hewan itu seharusnya tidak dibiarkan berkembang biak hingga melampaui kapasitas sejak awal. Alternatif seperti pemindahan ke fasilitas lain atau pengendalian reproduksi jangka panjang dinilai bisa dilakukan, alih-alih mengambil keputusan dengan pemusnahan.
Usut punya usut kontroversi semakin memanas ketika diketahui bahwa jasad babon yang dibunuh diberikan sebagai makanan bagi hewan lain di kebun binatang.
Bagi aktivis dan kelompok pemerhati hewan, hal ini menjadi masalah yang serius. Mereka pun melayangkan gugatan pidana, dengan argumen bahwa tindakan tersebut melanggar undang-undang perlindungan hewan.
Fakta bahwa pembunuhan dilakukan terhadap hewan yang sehat tetap memunculkan pertanyaan besar. Banyak pihak menilai kebun binatang membutuhkan konsep pengelolaan jangka panjang yang lebih bijak dan berkelanjutan. Perlu ada strategi pengendalian reproduksi, kerja sama antar kebun binatang, atau pemindahan ke suaka yang lebih memadai.
Aktivis juga menyerukan adanya konsekuensi nyata bagi manajemen kebun Binatang. Mereka pun membuat petisi untuk menuntut pertanggungjawaban terhadap Kebun Binatang Tiergarten Nürnberg dan pemindahan aman semua babon yang selamat ke suaka atau fasilitas yang benar-benar dapat merawat mereka.
Kontroversi di Nurnberg ini menjadi pengingat bahwa keberadaan satwa di kebun binatang tidak hanya sebatas masalah konservasi dan edukasi, tetapi juga tanggung jawab etis yang besar terhadap kesejahteraan hewan. (nordbayern.de, thepetitionsite.com/Z-1)