TEMPO.CO, Jakarta - Forum Haji dan Umrah Berkeadilan bersama Lokataru Foundation meminta penyelenggaraan ibadah haji dievaluasi menyeluruh. Anggota Forum Haji dan Umrah Berkeadilan Daffa Batubara mengatakan masih ditemukan masalah penyelenggaraan haji mulai dari sistem informasi, keberangkatan, akomodasi, konsumsi, kesehatan, hingga dokumen administrasi.
Dia menilai, sejumlah persoalan itu masih ditemukan pada penyelenggaraan haji 2025. Menurut dia, deretan masalah itu mencerminkan buruknya tata kelola dan lemahnya tanggung jawab negara dalam melindungi hak-hak dasar jemaah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Alih-alih memperbaiki penyelenggaraan ibadah haji, Kementerian Agama dan BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) justru menunjukkan kelalaian struktural. Pelayanan terhadap jemaah semakin merosot,” ujar Daffa Batubara dalam keterangan tertulis, Jumat, 4 Juli 2025.
Masalah paling mendasar yang disoroti adalah lemahnya pengelolaan sistem informasi jemaah. Dua sistem utama yaitu Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT) dan Sstem Komputerisasi Pengelolaan Umrah dan Haji Khusus (SISKOPATUH). Dua sistem itu tidak menjalani audit rutin dan tidak dilengkapi mekanisme pengamanan data yang layak.
Bahkan, BPKH yang mengelola dana jamaah dalam jumlah triliunan rupiah, justru tidak diberikan akses langsung ke sistem tersebut.
“Bagaimana mungkin lembaga yang bertanggung jawab atas keuangan tidak bisa mengakses data jemaah secara langsung? Ini kelalaian sistemik yang tidak bisa ditoleransi,” kata Daffa.
Daffa juga menyoroti pengelolaan keberangkatan jemaah lansia. Janji pemerintah untuk memberangkatkan jemaah lansia dan disabilitas bersama mahrom atau pendamping tidak dijalankan secara konsisten. Banyak lansia diberangkatkan sendiri tanpa perlindungan khusus, padahal mereka tergolong kelompok rentan.
“Ini bukan hanya masalah logistik, tapi juga kemanusiaan. Jemaah rentan harusnya mendapat perlakuan prioritas, bukan diabaikan,”kata Daffa.
Temuan lain, jumlah tenaga medis berkurang di lapangan. Jika tahun lalu satu kloter disertai tiga tenaga kesehatan, tahun ini hanya dua orang yang ditugaskan. Padahal mayoritas jemaah berusia lanjut dan sangat rentan terhadap penyakit di tengah suhu ekstrem Arab Saudi. Forum menilai kebijakan ini tidak hanya irasional, tetapi juga membahayakan keselamatan jemaah.
"Pemerintah seharusnya memperkuat, bukan memangkas, dukungan medis," kata dia.
Selain itu, Daffa mengatakan, distribusi makanan kembali menjadi masalah klasik yang belum kunjung dibenahi. Jemaah haji tahun ini banyak menerima makanan terlambat, bahkan dalam kondisi tidak layak konsumsi.
Menurut dia, masalah ini terjadi karena ketidaksiapan penyedia layanan dalam merespons aturan perizinan lokal di Makkah, ditambah buruknya koordinasi antara BPKH Limited dan mitra katering lokal.
"Hingga saat ini, Kementerian Agama belum melakukan evaluasi terbuka terhadap perusahaan katering bermasalah tersebut, " kata dia.
Selain itu, Kementerian Agama dan BPKH belum membuka informasi publik terkait kontrak dengan perusahaan-perusahaan penyedia jasa haji di Arab Saudi. Ketertutupan ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi konflik kepentingan dan penggunaan dana yang tidak efisien.
“Dana haji berasal dari masyarakat. Transparansi dalam pengadaan adalah syarat mutlak,” kata dia.
Persoalan lainnya mencakup hilangnya paspor jemaah, penempatan hotel yang tak layak dan tidak sesuai kontrak, serta praktik pungutan liar dalam kegiatan safari wukuf untuk jemaah lansia.
Selain itu, Daffa mengatakan, skema multi syarikah yang diterapkan pemerintah justru menambah kerumitan koordinasi di lapangan. Banyak penyedia layanan bekerja tumpang tindih tanpa kejelasan peran, menyebabkan kekacauan operasional yang langsung berdampak ke jemaah.
Selain itu, Daffa mengatakan hingga pelaksanaan haji dimulai, Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) di Mekkah belum mengantongi izin resmi untuk beroperasi. Kartu Nusuk—dokumen wajib untuk akses masuk ke wilayah Mekkah dan Madinah—dibagikan terlambat dan tidak merata, menimbulkan hambatan administratif di lapangan.
Berdasarkan temuan-temuan itu, Forum Haji dan Umrah Berkeadilan menilai bahwa penyelenggaraan ibadah haji 2025 semakin menjauh dari prinsip pelayanan publik yang adil dan profesional. Daffa mengatakan, Negara telah gagal menjalankan amanat konstitusi untuk memberikan perlindungan maksimal kepada warganya dalam menjalankan ibadah.
Forum Haji pun meminta evaluasi menyeluruh terhadap seluruh rantai penyelenggaraan haji, mulai dari sistem informasi, keberangkatan, akomodasi, konsumsi, kesehatan, hingga dokumen administrasi. Lalu, melakukan reformasi struktural dalam tata kelola haji yang menjamin transparansi, partisipasi publik, dan akuntabilitas.
Kemudian, melakukan keterbukaan informasi kontrak dan pengadaan dengan perusahaan penyedia jasa layanan haji. Serta pembentukan pengawas independen yang melibatkan masyarakat sipil dan perwakilan jamaah untuk mencegah pengulangan kelalaian struktural.
Tempo sudah meminta keterangan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Hilman Latief Lantik. Namun, dia belum membalas pesan Tempo.
Menteri Agama Nasaruddin Umar sebelumnya menegaskan bahwa evaluasi penyelenggaraan haji tahun 1446 Hijriah/2025 Masehi akan difokuskan terlebih dahulu pada persiapan kepulangan jemaah ke Tanah Air. Hal ini disampaikannya dalam rapat evaluasi yang digelar di Kantor Urusan Haji (KUH) Jeddah, Senin, 16 Juni 2025.
“Evaluasi menyeluruh akan kita lakukan di bagian akhir nanti. Saat ini kita fokus pada evaluasi yang menyangkut kepulangan jemaah. Tentu banyak hal yang menjadi catatan agar ke depan tidak terulang kembali,"ujar Nasaruddin.
Salah satu persoalan utama yang disoroti adalah ketidaksesuaian data antara sistem milik Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) dan syarikah (penyedia layanan di Arab Saudi). Menurut Menag, perbedaan database ini menimbulkan sejumlah dampak teknis di lapangan yang harus dibenahi.
Terkait dengan jumlah syarikah yang bekerja sama dalam penyelenggaraan haji, Nasaruddin menyebutkan bahwa evaluasi akan dilakukan secara menyeluruh untuk menimbang kemungkinan penambahan atau pengurangan. Namun, ia menilai persoalan bukan semata soal jumlah, melainkan sistem dan komunikasi data yang harus diperkuat.
Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal menyebutkan Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR akan mengevaluasi pelaksanaan haji 2025 secara menyeluruh pekan depan.
"Bukan hanya dorongan (mencari 3 WNI). Tugaskan, pastikan, statusnya kepada penanggung jawab PPIH (petugas penyelengara ibadah haji) di sana. Karena kita, rencana saya itu dalam minggu atau minggu ini atau minggu depan, semua Timwas kita akan rapat mengevaluasi total," ujar Cucun dalam keterangan resmi, Selasa, 1 Juli 2025.
Cucun mengatakan evaluasi pelaksanaan haji tahun ini bukan hanya ranah Komisi VIII DPR. Evaluasi akan menyertakan pansus (panitia khusus).