TEMPO.CO, Jakarta - Dekan Fakultas Teknologi Pertanian IPB University Slamet Budijanto menanggapi kabar yang menyebut fakultas yang dipimpinnya itu bakal bertransformasi menjadi Sekolah Teknik. Slamet memastikan bahwa fakultas ini tidak akan dibubarkan, apalagi dilemahkan.
“Ilmu yang disampaikan oleh Pak Aman (mantan rektor IPB), Pak Winarno (mantan dekan IPB), tidak akan satu pun kita kurangi. Justru diperkuat,” kata Slamet saat ditemui di Aula IPB International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Senin, 9 Juni 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gagasan perubahan Fakultas Teknologi Pertanian atau Fateta menjadi Sekolah Teknik mencuat, kata Slamet, sebagai bagian dari restrukturisasi internal IPB. Saat ini, lanjut Slamet, dari empat program studi di bawah fakultas ini, tiga di antaranya sudah berstatus sarjana teknik, sementara satu lainnya adalah teknologi pangan.
Slamet mengklaim tiga prodi telah menyatakan keinginan untuk bernaung di bawah format Sekolah Teknik demi efisiensi dan produktivitas akademik. “Fateta juga masih ada. Belum bubar. Sekolah Teknik ada. Prodinya memilih ST (sekolah teknik), dan itu sudah melalui proses panjang,” ujarnya.
Namun, ia menegaskan keputusan final berada di tangan Senat dan Rektor IPB. Jika ada pihak yang ingin mempertahankan format Fakultas Teknologi Pertanian, mekanisme akademik masih terbuka. “Silakan bentuk tim, buat naskah akademik baru, lawan dengan naskah akademik. Semua lewat jalur senat,” ujarnya. “Kami sangat terbuka.”
Fakultas Teknik Pertanian lahir dari semangat kemandirian IPB yang memisahkan diri dari Universitas Indonesia pada 1963. Setahun berselang, berdirilah Fakultas Teknologi dan Mekanisasi Pertanian. Seiring perkembangan, fakultas tersebut berubah menjadi Fakultas Teknologi Pertanian, dan di dalamnya berkembang berbagai departemen: dari teknik pertanian, teknologi pangan, hingga teknik sipil dan lingkungan.
Transformasi kelembagaan ini bukan kali pertama terjadi. “Kalau flashback, dulu juga pernah THP (Teknologi Hasil Perairan) hilang, berganti jadi TIN (Teknik Industri Pertanian). Mekanisasi pertanian berubah jadi teknik pertanian. Artinya, perkembangan itu terus berjalan,” ujarnya.
Meski begitu, kritik dan harapan tetap datang dari para sesepuh. Mantan Rektor IPB, Aman Wirakartakusumah, menegaskan pentingnya menjaga roh teknologi pertanian dalam pembangunan bangsa.
Ia mengingatkan, teknologi pertanian mencakup seluruh rantai pasok dari hulu ke hilir—dari budidaya, pascapanen, pengolahan, distribusi, hingga gizi dan kesehatan. “Kalau Fateta hilang, kita kehilangan jiwanya. Karena kita bicara pangan, energi, lingkungan, hingga kesejahteraan petani,” ujar Aman.
Senada, Winarno, mantan dekan sekaligus pendiri Fateta, mengingatkan agar tidak gegabah menghapus jejak sejarah. “Fateta itu ibu kita. Almamater. Saya ini bagian dari darah Fateta. Jangan diganti ibu tua dengan ibu muda,” kata Winarno dengan nada emosional.
Winarno mengenang perjuangannya membangun Fateta dari nol, termasuk mendirikan 17 STM Pembangunan Pertanian bersama Direktorat Pendidikan Kejuruan. “Fateta dulu tidak terkenal apa-apa. Sekarang mendunia. Staff kita sudah memimpin standar pangan dunia,” katanya.