TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Bali menyatakan bahwa mereka tidak melaporkan teror kepala babi busuk kepada pihak kepolisian. Keputusan tersebut diambil karena ketiadaan bukti yang cukup serta kesibukan internal organisasi dalam beberapa bulan terakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami belum punya bukti yang jelas terhadap siapa yang kirim paket ini,” kata Yuno Tagi, pengurus AMP Kota Bali, dalam sebuah pesan suara kepada Tempo pada Selasa, 10 Juni 2025.
Kesibukan internal organisasi juga menjadi alasan AMP belum membawa kasus ini ke ranah hukum. “Selain itu, beberapa bulan ini kami juga sibuk dengan aktivitas internal. Makanya kami tidak sempat lapor ke polisi,” ujarnya.
Sikap ini disampaikan setelah AMP berkonsultasi dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali mengenai langkah hukum yang mungkin ditempuh. Ketua AMP Jeeno Alfred Dogomo menyatakan bahwa keputusan akhir mengenai pelaporan telah dibahas bersama LBH Bali.
“Kawan-kawan juga telah melakukan koordinasi dengan pihak LBH Bali,” ujar Jeeno dalam melalui aplikasi perpesanan WhatsApp pada Senin, 9 Juni 2025.
Sebelumnya, dua aktivis AMP, Wemison Enembe dan Yuberthinus Gobay, menerima dua paket yang dikirimkan melalui layanan ojek daring ke tempat tinggal mereka di Renon, Denpasar, pada Jumat, 6 Juni 2025. Paket tersebut mencantumkan nama mereka serta keterangan buku "Papua Bergerak", namun setelah dibuka, isinya justru berupa bangkai kepala babi dan tanah.
Kedua mahasiswa merupakan pengurus aktif AMP, yang kerap terlibat dalam diskusi dan kegiatan politik terkait isu Papua. Mereka menduga teror tersebut berkaitan dengan aktivitas advokasi dan rencana peluncuran buku "Papua Bergerak." Meski tidak mengalami luka fisik, para korban melaporkan adanya tekanan psikologis dan rasa tidak aman usai kejadian tersebut.
Kasus ini mendapat perhatian dari Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai. Ia menyatakan telah memerintahkan jajarannya di Bali untuk turun langsung menemui para mahasiswa dan menyelidiki latar belakang serta pelaku teror tersebut.
“Siapa pun pelakunya kami tidak akan toleransi agar diproses secara objektif, profesional, dan bertanggung jawab,” kata Natalius Pigai kepada Tempo, Senin, 9 Juni 2025.