
PERDANA Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak menutup kemungkinan melancarkan serangan tambahan terhadap pemimpin Hamas di Qatar, menegaskan mereka tidak memiliki kekebalan di mana pun mereka berada.
Pernyataan itu ia sampaikan dalam konferensi pers di Yerusalem bersama Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio. Netanyahu mengatakan setiap negara berhak untuk mempertahankan diri di luar perbatasannya.
Langkah Israel yang menargetkan tokoh Hamas di Qatar memicu kritik keras internasional, termasuk dari Presiden AS Donald Trump. Hamas menyebut enam orang tewas dalam serangan tersebut, meski para pemimpinnya selamat.
Beberapa hari sebelumnya, Gedung Putih menegaskan bahwa Trump telah meyakinkan Qatar hal semacam itu tidak akan terjadi lagi di wilayah mereka.
"Kami melakukannya sendiri. Titik," kata Netanyahu ketika ditanya peran AS.
Rubio berusaha meredam spekulasi soal keretakan, menyebut hubungan Washington dengan sekutu Teluk tetap kuat. Netanyahu menimpali bahwa Israel tidak memiliki sekutu yang lebih baik selain Amerika Serikat.
Pertemuan keduanya berlangsung di tengah langkah Qatar menggalang dukungan lewat KTT Arab, menyerukan dunia internasional menghentikan standar ganda dan menuntut Israel dihukum.
Trump kemudian menegaskan Netanyahu tidak akan menyerang Qatar.
Qatar, yang sejak lama menjadi tuan rumah biro politik Hamas dan pangkalan udara utama AS, berperan penting sebagai mediator gencatan senjata. Menurut pejabat AS, Rubio dijadwalkan melanjutkan kunjungannya ke Doha usai meninggalkan Israel.
Di Yerusalem, Netanyahu menggambarkan hubungan AS-Israel sekokoh batu-batu di Tembok Barat setelah berziarah bersama Rubio dan Dubes AS Mike Huckabee. Meski wartawan berulang kali menyinggung serangan ke Qatar, keduanya menghindari komentar.
Sementara itu, Israel terus memperluas operasi militernya di Gaza. Pasukan Pertahanan Israel menghancurkan bangunan dan memperingatkan warga untuk mengungsi ke selatan.
PBB memperingatkan kondisi kelaparan akan semakin memburuk, sementara warga setempat mengaku tidak mampu pindah.
"Di sini, di Gaza, kami akan mati karena satu alasan, kami tidak punya uang. Kami tidak punya tenda, tidak ada tempat penampungan sementara, dan transportasi tidak tersedia," kata Hafez Habous, warga Kota Gaza.
Ketegangan juga meningkat jelang sidang Majelis Umum PBB, di mana sejumlah negara sekutu AS diperkirakan mengakui Palestina.
Israel menanggapi dengan mempercepat proyek permukiman, termasuk E1 di dekat Yerusalem, yang menurut Netanyahu akan memastikan tidak akan ada negara Palestina.
Menteri Keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich bahkan mengusulkan pencaplokan empat perlima wilayah Tepi Barat.
Saat ini, lebih dari 160 permukiman Israel berdiri di atas tanah yang diinginkan Palestina untuk negaranya di masa depan. (BBC/Fer/I-1)