
ANGGOTA Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding menyebut revisi Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) jadi prioritas untuk diselesaikan sebelum membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
Ia mengatakan RUU Perampasan Aset harus diharmonisasikan dengan RUU KUHAP. Hal tersebut bertujuan agar prosedur hukum bisa komprehensif. Ia beralasan tanpa payung hukum acara yang kuat dan menyeluruh, implementasi perampasan aset sangat berisiko menimbulkan kesewenang-wenangan, pelanggaran hak asasi warga negara, serta potensi penyalahgunaan kekuasaan yang dapat dipersoalkan secara hukum di kemudian hari.
“Maka KUHAP penting untuk diselesaikan dan diselaraskan dengan RUU Perampasan Aset," kata Sudding melalui keterangannya, Rabu (17/9).
Safaruddin mengatakan KUHAP merupakan fondasi utama hukum acara pidana di Indonesia dan menjadi pedoman batasan dan kewenangan aparat penegak hukum. Selain itu, KUHAP juga menyangkut kepastian hukum, perlindungan HAM, dan efektivitas penegakan hukum secara menyeluruh.
"Revisi KUHAP harus menjadi prioritas utama sebelum melangkah lebih jauh ke RUU Perampasan Aset," katanya.
Lebih lanjut, Sudding menambahkan aturan hukum terkait perampasan aset tersebar di berbagai UU, seperti UU Tipikor, UU TPPU, dan UU Kejaksaan. Dia mengatakan RUU KUHAP menjadi solusi untuk melakukan harmonisasi regulasi tersebut.
"Dengan sistem hukum yang harmonis dan seragam, penegakan hukum akan berjalan lebih efektif serta menghindarkan kebingungan dalam implementasi," kata Safaruddin.
Sudding menegaskan pihaknya tetap berkomitmen akan menyelesaikan RUU Perampasan Aset. Menurutnya, RUU Perampasan Aset dan RUU KUHAP akan menjadi langkah untuk membangun kepercayaan publik terhadap sistem hukum Indonesia.
"KUHAP yang kuat akan menjadikan RUU Perampasan Aset sebagai instrumen hukum yang legitimate, tidak tebang pilih, dan bisa dipertanggungjawabkan secara hukum maupun moral," tandasnya. (H-4)