Kapolres Magelang Kota AKBP Anita Indah Setyaningrum, dan Kasatreskrim Polres Magelang Kota Iptu Iwan Kristiana, dilaporkan ke Polda Jawa Tengah oleh orang tua remaja berinisial DRP (15).
Kedua pejabat kepolisian itu dilaporkan atas dugaan kasus salah tangkap, penyiksaan, hingga penyebaran data pribadi DRP.
Penasihat hukum keluarga korban dari LBH Yogyakarta Royan Juliazka Chandrajaya, mengatakan DRP ditangkap saat demo rusuh di depan Polres Magelang Kota pada 29 Agustus lalu. Padahal DRP tidak sedang tidak sedang mengikuti demonstrasi itu.
"Pertama menduga telah terjadi salah tangkap kepada anak berinisial DRP. DRP ini tidak mengikuti aksi tapi kebetulan lewat di sekitar lokasi usai COD jaket lalu ditangkap secara sewenang-wenang," ujar Royan di Polda Jateng, Selasa (16/9).
Ia menyebut, setelah ditangkap DRP mengalami penyiksaan bertubi-tubi. RDP juga diminta untuk mengakui bila dirinya terlibat dalam kerusuhan itu.
"DRP mengalami serangkaian tindak penyiksaan seperti ditampar, ditendang, kepalanya dipukul dan dicambuk. Dipaksa mengaku telah terlibat dalam aksi perusakan di Polres Magelang Kota," jelas dia.
DRP juga sempat diinapkan di Polres Magelang Kota, di tempat itu ia tidur tanpa alas dan dicampur dengan tahanan dewasa. Sebelum dibebaskan, keesokan harinya pada 30 Agustus 2025 ia kembali mengalami penyiksaan.
"Keesokan harinya DRP dikumpulkan lagi bersama tahanan lain, berbaris, kembali mengalami kekerasan dan pemaksaan, ditampar, dipukul, ditendang, dicambuk menggunakan selang di dada dan punggung, dihantam dengan lutut oleh polisi tanpa alasan yang jelas," ungkap Royan.
Tak hanya itu, data diri DRP; foto, nama, alamat dan asal sekolah juga disebarkan melalui grup-grup Whatsapp dengan narasi pelaku kerusuhan.
"Datanya lengkap sekali. Itu merupakan kategori data yang tidak boleh disebar. Itu merupakan pelanggaran pidana. (Penyebarnya) Ini kami cari tahu. Terlepas siapa pun yang sebar, tapi yang pasti data itu diambil ketika dia dalam Polresta," ungkap dia.
Akibat rangkaian kejadian ini, DRP mengalami luka fisik, trauma, merasa malu di sekolah, hingga dibully teman sebaya karena penyebaran data tersebut.
"Luka fisik sudah mulai sembuh tapi dia masih trauma, trauma ketika lihat kantor polisi. Juga karena datanya tersebar akhirnya dia malu ke sekolah, di lingkungannya dia dibully, dan sempat terancam dikeluarkan dari sekolah karena telah dicap sebagai pelaku kerusakan," lanjut Royan.
Untuk itu, hari ini ia bersama ibu korban melaporkan kasus ini Polda Jawa Tengah. Ia berharap kasus ini dapat diproses dan siapa pun yang terlibat mendapatkan hukuman.
"Yang dilaporkan Kapolres Magelang Kota dan Kasatreskrim Polresta Magelang. Harapan kami laporan ini segera ditindaklanjuti. Polisi yang terlibat harus diproses hukum. Ini bukan kasus pertama, penyalahgunaan wewenang oleh aparat terus terjadi," tegas Royan.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Artanto mengatakan aduan yang dilayangkan oleh ibu korban sudah diterima oleh Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jateng.
"Pada prinsipnya hari ini mereka ke SPKT menyampaikan hal tersebut dan diterima oleh SPKT. Monggo silakan lapor, nanti kewajiban dari pihak kepolisian selaku penyidik untuk membuktikan laporan tersebut, bekerja sama dengan pelapor," kata Artanto.