TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertahanan Sjarie Sjamsoeedin serta Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, menjadi perwakilan Presiden Prabowo Subianto pada sidang lanjutan gugatan uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia atau UU TNI di Mahkamah Konstitusi hari ini.
Agenda sidang kali ini ialah mendengarkan keterangan DPR dan Presiden. Selain dihadiri menteri, para Wakil Menteri juga nampak hadir. Mereka adalah Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej, dan Wakil Menteri Pertahanan Donny Ermawan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sedangkan dari DPR, diwakili oleh Ketua Komisi bidang Pertahanan DPR Utut Adianto, Ketua Badan Legislasi DPR Bob Hasan, serta Ketua Badan Keahlian DPR Inosentius Samsul.
Dalam petitumnya, DPR menyatakan, para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum sehingga permohonan a quo dinyatakan tidak dapat diterima.
"Menolak permohonan a quo untuk seluruhnya atau paling tidak menyatakan permohonan a quo tidak dapat diterima," kata Utut di gedung MK, Senin, 23 Juni 2025.
Alasannya, proses pembentukkan UU TNI telah memenuhi seluruh unsur dan mekanisme yang diperlukan. Utut mengatakan, sebagaimana kesesuaian asas pembentukkan perundang-undangan, Komisi bidang Pertahanan DPR telah memenuhi asas kedayagunaan dan hasil kegunaan sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi. "Prosesnya telah melalui sejumlah mekanisme hukum acara," kata politikus PDIP itu.
Dalam kesempatan serupa, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas juga mengatakan jika pembuatan UU TNI telah memenuhi seluruh syarat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan atau P3.
Selanjutnya mengenai penyerapan aspirasi masyarakat, dia mengatakan, telah dituangkan sebagai materi pada RUU TNI yang dimulai sejak 2023, sehingga tidak dilakukan secara tergesa-gesa.
"Sehingga memenuhi asas keterbukaan dan meaningful participation," kata politikus Partai Gerindra ini.
Adapun, Mahkamah mengagendakan sidang lanjutan gugatan UU TNI yang diajukan mahasiswa dari berbagai kampus dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan pada Senin, 23 Juni 2025, hari ini.
Pada 14 Mei lalu, Tim Advokasi Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan membacakan pelbagai dalil yang mendasari permohonan gugatan uji formil UU TNI.
Kuasa hukum koalisi Bugivia Maharani mengatakan, pembahasan revisi UU TNI yang dilakukan DPR dengan sengaja menutup ruang partisipasi publik, tidak transparan, dan tidak akuntabel sehingga menimbulkan kegagalan pembentukkan hukum.
"Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Laksono yang membahas revisi UU TNI mengonfirmasi ini pada pemberitaan media massa," kata Bugivia dalam sidang perdana gugatan uji formil UU TNI yang diajukan koalisi ke Mahkamah Konstitusi pada Rabu, 14 Mei 2025.
Konfirmasi yang dimaksud, Bugivia menjelaskan, ialah manakala Dave menyatakan bahwa draf revisi UU TNI sulit diakses lantaran untuk menghindari perdebatan sengit di masyarakat.
Menurut dia, sebagai wujud dari aktualisasi hukum pembentukan peraturan perudang-undangan sepatutnya dibentuk dengan cara yang baik dan sejalan dengan tujuan hukum tersebut.
Mengutip Lon N. Fuller, ia menjelaskan, hukum yang baik harus memenuhi delapan prinsip moral. Apabila satu prinsip moral ini tidak terpenuhi, maka pembentukan peraturan perundang-undangan dianggap gagal dan bertentangan.
Salah satu dari kegagalan prinsip moral hukum, kata dia, ialah hukum tidak diumumkan, di mana dalam hal ini DPR mengesahkan UU TNI namun tak mempublikasikan draf utuh secara resmi. "Ini juga bertentangan dengan UUD 1945, UU P3, dan tata tertib DPR sendiri," ujar Bugivia.