Sekjen PGRI: Guru yang Keberatan dengan Besaran Iuran Bulanan Bisa Mundur

1 month ago 28
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Dudung Abdul Qodir, menanggapi kritik sejumlah guru honorer yang merasa keberatan dengan iuran bulanan organisasi dan menuding PGRI tidak transparan dalam pengelolaannya.

Dudung menegaskan PGRI adalah organisasi profesi yang bersifat terbuka dan sukarela. Jika ada guru yang merasa tak sepakat, mereka bisa menyatakan keluar dari keanggotaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kalau mereka merasa keberatan, tinggal datang ke PGRI dan sampaikan. Kalau merasa bukan anggota PGRI tapi dipotong, pasti dikembalikan. Sederhana saja,” ujar Dudung saat dihubungi, Jumat, 27 Juni 2025.

Dudung menyatakan dalam aturan organisasi, anggota PGRI wajib membayar iuran sebagai bentuk komitmen terhadap organisasi. “Kalau sudah menjadi anggota, ya wajib membayar iuran. Jangan hanya jadi anggota, tapi terus menuntut tanpa ikut menanggung beban organisasi,” ucapnya.

Dudung menyebut iuran sebagai ‘darah daging’ organisasi. PGRI, kata dia, tidak menerima bantuan dana dari pemerintah dan sepenuhnya hidup dari iuran anggotanya. Nominal iuran minimal secara nasional ditetapkan sebesar Rp8.000 per bulan, sebagaimana keputusan kongres. Dana itu kemudian dibagi ke berbagai jenjang: 10 persen ke PB PGRI, 20 persen ke provinsi, 30 persen ke kabupaten/kota, dan 40 persen ke tingkat cabang.

Namun di lapangan, banyak guru honorer melaporkan potongan iuran yang jauh lebih besar—antara Rp60 ribu hingga Rp100 ribu per bulan. Sebagian menyebut pemotongan dilakukan tanpa persetujuan atau penjelasan di awal.

Dudung tak menampik kemungkinan adanya kebijakan iuran tambahan di daerah. Menurutnya, hal itu bisa terjadi berdasarkan hasil rapat organisasi di tingkat provinsi atau kabupaten/kota. “Kalau ada keputusan sepihak, ya tinggal disampaikan. Kita berbasis koordinasi dan forum organisasi,” katanya.

Sebelumnya, Perkumpulan Guru Honorer Muda mempertanyakan transparansi pengelolaan dana iuran yang ditagih ke mereka oleh Persatuan Guru Republik Indonesia atau PGRI setiap bulannya. Seorang anggota perkumpulan, Andi Febriansyah mengklaim mereka justru mendapat intimidasi saat meminta transparansi pengelolaan iuran tersebut.

"Ada yang pernah diancam untuk dimutasi dan dipersulit," kata Andi, Kamis, 26 Juni 2025.

Besaran iuran yang diminta, kata Andi, memang tak begitu besar, untuk guru yang mengajar di sekolah negeri biasanya sekitar Rp 10 ribu – Rp 60 ribu per bulan. “Tapi bagi guru honorer yang gajinya tak seberapa, buat kami itu terasa memberatkan,” ujarnya. Apalagi, kata Andi, ia tak merasakan manfaat apa pun setelah membayar iuran sejak menjadi guru dari 2020.

Andi pernah mengajar di sekolah swasta di Jakarta. Saat itu, guru swasta mendapatkan dana hibah dari Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp 500 ribu per bulan. Tetapi, dana yang harusnya jadi hak Andi secara utuh, malah dipotong sepihak oleh anggota PGRI di sekolah tempat dia mengajar.

“Lumayan lho Rp 100 ribu itu dipotong. Itu baru saya yang dipotong, coba dikali dengan berapa jumlah guru yang dipotong dengan jumlah yang sama,” ujarnya.

Jika ada iuran ruitn, Andi merasa akan melekat pula hak dan kewajiban di dalamnya. Dengan membayar iuran kepada PGRI, Andi merasa ia telah menunaikan kewajiban mereka sebagai anggota. “Maka sudah semestinya penerima iuran, dalam hal ini PGRI, bertanggung jawab untuk melindungi, menghormati, dan memenuhi hak-hak profesi keguruan,” kata dia.

Namun kenyataannya, Andi menilai PGRI justru menutup mata terhadap berbagai persoalan yang dihadapi guru, terutama guru honorer yang hidup dalam ketidakpastian dan ketidakadilan.

Alih-alih menjadi rumah perjuangan profesi guru, PGRI dianggap telah menjelma menjadi alat hisap yang membebani. “Organisasi ini bukan hanya gagal memperjuangkan nasib guru, tetapi juga sering kali tampak menjadi perpanjangan tangan negara dalam melanggengkan kebijakan-kebijakan yang menindas,” kata Andi.

Dia berharap agar guru honorer lainnya berani bersuara dan mengevaluasi bahkan mengusulkan untuk membubarkan PGRI. Sebagai gantinya, Andi mengatakan perlu membentuk organisasi profesi keguruan yang benar-benar berpihak pada martabat, kesejahteraan, dan perjuangan guru.

Read Entire Article