MENTERI Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menegaskan pemerintah Indonesia tidak akan mengizinkan tersangka terorisme yang ditahan di Guantanamo lebih dari dua dekade, Encep Nurjaman alias Riduan Isamuddin alias Hambali, kembali masuk ke wilayah Indonesia apabila telah dibebaskan.
Yusril menuturkan status kewarganegaraan Hambali belum dapat dipastikan karena ketika ditangkap otoritas Amerika Serikat (AS). Dia tidak menggunakan paspor Indonesia. Hambali adalah terdakwa kasus Bom Bali I pada 2002 dan bom di Hotel JW Marriot Jakarta pada 2003.
“Secara hukum, jika seseorang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan Indonesia, maka status WNI-nya dianggap gugur,” ujar Yusril saat menerima kunjungan Duta Besar Australia untuk Indonesia Rod Brazier di Jakarta pada Kamis, 12 Juni 2025, dikonfirmasi pada Jumat, 13 Juni 2025, seperti dikutip dari Antara.
Dia menyebutkan, jika nantinya terdapat proses peradilan terhadap kasus Hambali, pemerintah Indonesia menyerahkan sepenuhnya kepada hukum AS.
Menanggapi hal tersebut, Rod Brazier mengapresiasi keterbukaan pemerintah Indonesia dalam penanganan kasus Hambali. Namun dia juga menyinggung isu itu masih menyisakan sensitivitas, khususnya bagi keluarga korban.
Hambali Berpaspor Spanyol dan Thailand Saat Ditangkap Militer AS
Dalam kesempatan terpisah, Yusril mengatakan Hambali tidak menggunakan paspor Indonesia ketika ditangkap oleh otoritas Amerika Serikat (AS). Dia menyebutkan Hambali menunjukkan paspor Spanyol dan Thailand saat ditangkap
“Hingga kini, kami belum memperoleh data yang sahih dan dokumen resmi yang membuktikan statusnya sebagai Warga Negara Indonesia,” ujar Yusril melalui keterangan pers pada Sabtu, 14 Juni 2025.
Mantan Menteri Sekretaris Negara ini mengatakan Indonesia menganut prinsip single citizenship atau kewarganegaraan tunggal. Berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, kata dia, seseorang dapat kehilangan kewarganegaraan jika dia memperoleh kewarganegaraan lain atas kehendaknya sendiri.
Sehingga, dia menuturkan apabila Hambali secara sah memperoleh kewarganegaraan lain dan tidak pernah memohon agar kembali menjadi WNI, maka secara hukum dia bukan lagi WNI.
Yusril menambahkan pemerintah berwenang menyangkal warga negara asing yang dianggap merugikan kepentingan negara untuk masuk ke wilayah NKRI. “Dalam kasus Hambali, situasinya belum terang. Oleh karena itu, posisi pemerintah masih menunggu kejelasan status dan dokumen resminya,” kata dia.
Hambali ditangkap oleh militer AS karena dituduh terlibat dalam serangkaian tindakan terorisme internasional di berbagai negara. Saat ini, Hambali sedang diadili oleh Pengadilan Militer AS setelah lebih dari 20 tahun ditahan.
Yusril Singgung Luka Mendalam Australia karena Bom Bali
Adapun Yusril mengatakan belum tahu pasti apakah Hambali bisa kembali ke Indonesia atau tidak. “Sekarang belum tahu apa-apa,” ujarnya saat ditemui pada jumpa pers di Pondok Pesantren Tahfidz Al-Quran Binaul Ummah Kota Depok, Jawa Barat, Ahad, 15 Juni 2025.
Yusril mengaku tidak akan menangkal Hambali kembali ke Indonesia jika dia terbukti sebagai WNI. “Kalau orang asing, kita bisa menangkal bersangkutan untuk masuk ke wilayah Indonesia,” katanya.
Dia menyebutkan pihaknya akan mempertimbangkan keputusan dari sidang perihal status kewarganegaraan Hambali yang diduga bukan WNI serta pertimbangan manfaat kembalinya Hambali ke Indonesia.
“Apalagi, kalau istilahnya yang bersangkutan itu tidak membawa manfaat yang akan merugikan kepentingan nasional kita, sehingga pemerintah kita berhak untuk menangkal orang yang bersangkutan untuk masuk Indonesia,” kata Yusril.
Yusril menjelaskan perihal kerugian yang akan ditimbulkan Hambali jika dia kembali ke Indonesia. Yusril menjelaskan Hambali terlibat dalam kasus Bom Bali I pada 2002 yang menimbulkan banyak sekali korban. Selain Indonesia, luka yang cukup mendalam tersebut juga dialami oleh negara-negara tetangga, terutama Australia.
“Berdasarkan hukum Indonesia, sebenarnya, kalau kejahatan itu diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, itu ada kedaluwarsanya. Kalau lebih 18 tahun, perkara itu sudah tidak bisa dituntut lagi,” kata Yusril saat ditemui di Jakarta pada Jumat malam, 17 Januari 2025.
Kemendagri Tak Temukan Data Hambali di Sistem Informasi Kependudukan
Adapun Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Teguh Setyabudi mengatakan informasi perihal Encep Nurjaman atau Riduan Isamuddin atau Hambali. Dia menuturkan Kemendagri telah menelusuri informasi mengenai Hambali melalui Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Kemendagri.
Berdasarkan pencarian nama dan tanggal lahir Hambali melalui SIAK Kemendagri, Teguh mengatakan pihaknya tidak menemukan data yang persis sama dengan profil Hambali. Dia mengatakan, menurut data Kemendagri, Hambali lahir pada 4 April 1964. “Tidak ditemukan data yang persis sama,” kata Teguh saat dihubungi lewat pesan WhatsApp pada Senin, 16 Juni 2025.
Teguh juga mengatakan pihaknya telah menelusuri data Hambali melalui Face Recognition (FR) menggunakan foto yang Teguh dan pihaknya dapatkan dari Internet. Berdasarkan hasil penelusuran FR, Teguh mengakui perihal tidak ditemukannya informasi perihal Hambali.
“Ada dua kemungkinan, yaitu resolusi foto kurang bagus atau yang bersangkutan belum pernah merekam KTP elektronik sehingga perlu pencermatan lebih lanjut,” ujarnya.
Oyuk Ivani Siagian, Aliy Arivin, Ricky Juliansyah, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Setelah Prabowo Putuskan 4 Pulau Milik Aceh