TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan peristiwa pemerkosaan massal pada 1998 hanya rumor. Pernyataannya menuai banyak kritik dan kecaman dari berbagai pihak. Sebelumnya, ia mendapat kritik atas pernyataannya tentang penulisan ulang sejarah.
Dalam wawancara bersama Pemimpin Redaksi IDN Times Uni Lubis, Fadli mempertanyakan kebenaran tragedi kekerasan seksual yang menyasar perempuan Tionghoa saat Indonesia dilanda krisis multidimensi dua dekade lalu.
Fadli menjelaskan, penulisan ulang sejarah bertujuan mengklarifikasi rumor yang selama ini dianggap fakta sejarah. Dia menjadikan peristiwa pemerkosaan massal sebagai contoh rumor. "Pemerkosaan massal kata siapa? Enggak pernah ada buktinya. Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan," katanya dalam wawancara yang ditayangkan di siaran YouTube media IDN Times pada Rabu, 11 Juni 2025. Uni Lubis selaku pemimpin redaksi telah mengizinkan Tempo mengutip pernyataan Fadli dalam video tersebut.
Pemerkosaan Massal 1998
Pernyataan Fadli Zon dituntut agar dicabut disertai permintaan maaf. "Pernyataan Fadli Zon menunjukan sikap nirempati terhadap korban dan seluruh perempuan yang berjuang bersama korban," kata Tim Relawan untuk Kekerasan Terhadap Perempuan Ita F. Nadia dalam Konferensi Pers Masyarakat Sipil Melawan Impunitas pada Jumat, 13 Juni 2025.
Amnesty Internasional Indonesia menilai pernyataan Fadli Zon merupakan bentuk pembelaan diri atas masa lalu kelam yang dimiliki oleh pemerintahan saat ini. "Mereka menghindari rasa bersalah, menghindari rasa malu, atau menghindari tidak nyaman karena rekam jejak masa lalu yang ditinggalkan oleh mereka (penguasa)," kata Direktur Amnesty International Usman Hamid.
Menurut Usman pernyataan Fadli menihilkan tragedi yang terjadi dalam kerusuhan Mei 1998 itu membuktikan kecurigaan bahwa penulisan ulang sejarah bertujuan untuk menghilangkan jejak hitam para penguasa, tak terkecuali Prabowo Subianto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komnas Perempuan mengingatkan kekerasan seksual terhadap perempuan saat kerusuhan tersebut merupakan fakta yang telah diakui secara resmi oleh negara. “Penyintas sudah terlalu lama memikul beban dalam diam. Penyangkalan ini bukan hanya menyakitkan, tapi juga memperpanjang impunitas,” kata Komisioner Komnas Perempuan Dahlia Madanih dalam keterangan tertulisnya, Ahad, 15 Juni 2025.
Fadli Zon meminta masyarakat bersikap dewasa dalam memaknai sejarah kelam pelanggaran HAM yang pernah terjadi pada 1998. Begitu pula soal peristiwa pemerkosaan massal yang terjadi di tahun itu.
Dia meminta agar masyarakat tak menggunakan emosi dalam memaknai sejarah tersebut. “Setiap luka sejarah harus kita hormati. Tapi sejarah bukan hanya tentang emosi, tetapi tentang kejujuran pada data dan fakta,” katana dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Selasa, 17 Juni 2025.
26 Tahun Kekosongan Sejarah
Fadli Zon mengatakan proyek penulisan ulang sejarah diperlulan karena Indonesia sudah absen lebih dari 26 tahun. Ia mengukur dari ketiadaan program penulisan sejarah nasional yang akhirnya melahirkan sejarah yang menurut dia setengah cerita saja. “Kita tidak bisa terus mewariskan sejarah yang setengah jadi kepada generasi berikutnya,” katanya dikutip dari situs web Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 28 Mei 2025.
Penulisan ulang sejarah Indonesia ini mendapat kritik dari berbagai pihak. Salah satunya dari arkeolog Harry Truman Simanjuntak yang sudah tak lagi bergabung dalam Tim Penulisan Ulang Sejarah Indonesia. Lewat sebuah surat yang dikirimnya pada 22 Januari 2025, dia mengungkap alasan pribadi dan akademis pengunduran dirinya.
Hal lain yang tidak bisa diterima oleh Truman adalah penggunaan satu istilah seperti ini justru harus dikonsultasikan dan meminta dukungan kepada menteri. Penulisan sejarah ini juga direncanakan berhenti sampai masa pemerintahan mantan Presiden Joko Widodo--yang dinilainya rawan menjadi bias dalam penulisan sejarah terlebih lagi yang bersangkutan masih hidup dan baru satu tahun lepas dari jabatannya. "Maka dari itu independensi kepenulisan sejarah ini pun dipertanyakan," kata Truman, Jumat, 23 Mei 2025.