TEMPO.CO, Jakarta – Masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) sudah memasuki hari ketiga. Sejauh ini belum ditemukannya laporan kekerasan, perundungan, atau bentuk perpeloncoan lainnya. Meski begitu, sejumlah orang tua masih menyimpan kekhawatiran terkait praktik perundungan dan beban tugas yang mungkin berlebihan dalam MPLS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu wali murid SMP SIT Lampu Iman, Ira, menyampaikan dukungannya terhadap konsep MPLS ramah yang digaungkan pemerintah. Namun ia juga menekankan pentingnya pengawasan ketat dan komunikasi terbuka antara sekolah dan orang tua.
“Saya berharap MPLS Ramah ini bisa memberikan hal-hal positif bagi anak-anak ke depan. Yang paling utama adalah mereka merasa aman dan nyaman di lingkungan sekolah,” ujar Ira dikutip dari keterangan resmi Kemendikdasmen, Rabu, 16 Juli 2025. “Perlu diperhatikan juga soal informasi yang kurang lengkap, potensi perundungan, dan tugas yang terlalu berat atau tidak relevan,” kata dia.
Menurut Ira, MPLS bukan sekadar kegiatan penyambutan siswa baru, melainkan masa transisi penting yang menentukan kesiapan mental dan emosional anak dalam menghadapi jenjang pendidikan baru.
Ira berpendapat peran orang tua sangat penting. Dia juga mengatakan komunikasi yang terbuka tetap menjadi kunci untuk memastikan pelaksanaannya benar-benar berpihak pada anak. “MPLS Ramah membantu anak mempersiapkan diri secara mental untuk memulai petualangan belajar. Tapi sekolah juga harus terus terbuka terhadap masukan,” kata Ira.
Wakil Menteri Dikdasmen Atip Latipulhayat telah menegaskan MPLS harus bebas dari intimidasi. Ia menyebut MPLS bukan lagi sekadar rutinitas, tetapi bagian penting dalam pendidikan karakter.
“Tagline kita adalah MPLS Ramah. Tidak boleh ada unsur intimidasi, apalagi perploncoan. Semua aktivitas harus mengacu pada pedoman Kemendikdasmen,” ujar Atip.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Karawang Wawan Setiawan menyampaikan pihaknya telah membentuk tim pemantau MPLS lintas jenjang sejak hari pertama tahun ajaran baru.
Tim ini terdiri dari pengawas sekolah, penilik, dan pejabat struktural dinas, yang disebar ke jenjang SD, SMP, dan MTs. Mereka mengawasi agar pelaksanaan MPLS sesuai dengan pedoman yang ramah dan edukatif.
“Kami tegaskan bahwa panitia MPLS adalah para guru. Bukan siswa senior atau OSIS. Ini langkah konkret mencegah praktik perundungan berkedok senioritas,” ucap Wawan.
Ia juga menyebut pelaksanaan MPLS di Karawang telah disesuaikan dengan kebijakan provinsi, termasuk jam masuk sekolah pukul 06.30 WIB dan sistem lima hari sekolah. Sabtu dan Ahad dioptimalkan untuk pengembangan guru dan waktu bersama keluarga.