TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas meminta pemerintah menghindari terjadinya disintegrasi akibat polemik empat pulau Aceh yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri masuk ke Provinsi Sumatera Utara.
Anwar mengingatkan banyak korban berjatuhan selama konflik bersenjata puluhan tahun di Aceh antara pihak pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Tetapi keduanya berdamai melalui Kesepakatan Helsinki yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beberapa poin hasil perjanjian tersebut, antara lain pemberian otonomi khusus yang lebih luas kepada pemerintah Aceh, penyelenggaran pemilihan umum istimewa di Aceh, serta pemberian amnesti anggota GAM. Kemudian penarikan pasukan TNI dan Polri dan pembentukan Satuan Tugas Pengamanan Aceh.
Anwar mengatakan, berkat konsistensi pemerintah Indonesia dalam mematuhi kesepakatan, perdamaian di aceh bisa terwujud dengan baik.
“Tetapi setelah 20 tahun berlalu perdamaian yang ada kembali terusik oleh kehadiran surat keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menetapkan empat pulau, yakni pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipah, dan Panjang, masuk ke wilayah Sumatera Utara,” kata Anwar kepada Tempo, Senin, 16 Juni 2025.
Menurut Anwar, keputusan itu telah membuat pemerintah dan rakyat Aceh tersinggung karena keempat pulau tersebut menurut mereka, dan juga menurut Jusuf Kalla secara formal dan historis, masuk wilayah Singkil, Provinsi Aceh.
Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia ini berharap Presiden Prabowo Subianto dapat menyelesaikan polemik ini dengan sebaik-baiknya. “Sebab kalau kita gagal menangani masalah ini, maka tidak mustahil akan menimbulkan disintegrasi bangsa dan kita tentu saja tidak mau hal itu terjadi.“
Perselisihan batas wilayah antara kedua provinsi itu mencuat setelah penetapan kodifikasi wilayah oleh pemerintah pusat yang memicu penolakan dari sejumlah pihak di Aceh. Pengalihan status empat pulau ini termaktub dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) yang terbit pada 25 April 2025.
Empat pulau yang dipersengketakan adalah Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang yang saat ini tercatat dalam administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, namun diklaim juga sebagai bagian dari Kabupaten Aceh Singkil.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, Kepmendagri No. 300.2.2-2138/2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau telah melewati kajian letak geografis dan pertimbangan keputusan yang melibatkan berbagai instansi.
Menurut dia, sengketa perbatasan empat pulau antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara memang rumit dan terjadi sudah lama. Tito menyebut Kementerian Dalam Negeri harus menetapkan batas wilayah empat pulau tersebut karena berkaitan dengan penamaan pulau yang harus didaftarkan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa.
"Kami terbuka terhadap evaluasi atau gugatan hukum, termasuk ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Silakan saja," kata Tito di Istana Kepresidenan, Selasa, 10 Juni 2025.
Sementara itu Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan Presiden Prabowo akan mengambil alih penyelesaian sengketa batas wilayah yang melibatkan empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Keputusan ambil alih ini disampaikan Dasco usai melakukan komunikasi langsung dengan Prabowo beberapa waktu lalu.
“Hasil komunikasi DPR RI dengan Presiden bahwa Presiden mengambil alih persoalan batas pulau yang menjadi dinamika antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatra Utara,” kata Dasco dalam keterangan tertulisnya, Ahad, 15 Juni 2025.
Pilihan Editor: Ekses Perluasan Food Estate Sumatera Utara
Dinda Shabrina berkontribusi dalam penulisan artikel ini