TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menilai putusan Mahkamah Konstitusi atau MK bahwa pemilihan umum tingkat nasional dan daerah harus digelar terpisah sebagai langkah yang ideal. Pada praktiknya, KPU berpandangan penyelenggaraan pemilu serentak atau yang dikenal dengan sebutan “pemilu lima kotak” menimbulkan risiko kelelahan bagi penyelenggara yang bisa berujung pada kematian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua KPU Mochammad Afifuddin mulanya menyinggung soal penyelenggaraan pemilu 2019. Ia mengatakan pelaksanaan pemilu kala itu menelan banyak korban jiwa.
“Waktu itu pertama kali kami mengimplementasikan pemilu lima kotak, kemudian jumlah pemilih yang masih banyak dalam satu TPS (tempat pemungutan suara), sehingga kelelahannya begitu luar biasa, banyak jajaran KPU yang kemudian meninggal,” tutur Afif dalam seminar daring yang disiarkan melalui kanal YouTube Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI), Sabtu, 28 Juni 2025.
Kemudian, ia melanjutkan, karena Undang-Undang tentang Pemilu tidak juga mengalami perubahan, maka pemilu serentak tetap dihelat lima tahun kemudian. Namun demikian, pada pelaksanaan pemilu 2024, KPU memutuskan untuk membatasi jumlah pemilih dalam satu TPS.
“Kami mengaturnya dengan cara membatasi jumlah pemilih dalam TPS itu di 300 jumlah pemilih untuk pemilu kemarin,” tutur Afifuddin.
Keputusan pemisahan jadwal pemilu itu, ujar dia, merupakan langkah mitigasi untuk meminimalkan penyelenggara yang kelelahan. “Meskipun masih ada orang yang kelelahan dan seterusnya, tetapi situasi banyaknya jajaran yang meninggal karena proses pemilihan yang melelahkan berkurang signifikan di saat 2024,” kata dia.
Adapun Afifuddin mengatakan bahwa tahapan pemilu serentak berimpitan. “Kalau ditanya ke kami penyelenggara, ya ibaratnya kami ini sprint,” tutur dia.
Ia mencontohkan, menjelang pemilu 2024, KPU pada Januari sudah harus merumuskan atau melakukan lobi-lobi serta merencanakan anggaran pemilihan kepala daerah atau pilkada. Padahal, pilkada baru akan dihelat pada November. Di sisi lain, pemilihan presiden yang rencananya digelar pada Februari 2024 pun belum terlaksana.
“Jadi sudah jelas berimpitan. Belum lagi nanti ketika proses-proses di Mahkamah Konstitusi dan seterusnya, itu tahapan pilkadanya sudah di tengah-tengah,” kata Afifuddin.
“Ini sudah jelas ada satu tahapan pemilu, pilkada beriringan,” kata dia lagi. “Beban yang bisa dibagi dalam waktu yang berbeda itu dikumpulkan di waktu yang sama.”
Afifuddin pun menegaskan apresiasinya atas keputusan MK. Menurut dia, Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 itu untuk kebaikan penyelenggaraan pemilu yang akan datang. “Tinggal kita kawal bagaimana ini bisa kita implementasikan dengan lebih baik,” ujar dia.
Pada Kamis, 26 Juni 2025, MK menyatakan penyelenggaraan pemilu di tingkat nasional harus dilakukan terpisah dengan penyelenggaraan pemilu tingkat daerah atau kota (pemilu lokal). MK memutuskan pemilu lokal diselenggarakan paling singkat 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun setelah pemilu nasional.
Pemilu nasional adalah pemilu anggota DPR, DPD, dan presiden dan wakil presiden, sementara pemilu lokal terdiri atas pemilu anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta pemilihan kepala dan wakil kepala daerah.
Dengan putusan itu, pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai “Pemilu 5 kotak” tidak lagi berlaku untuk Pemilu 2029. “Penentuan keserentakan tersebut untuk mewujudkan pemilu berkualitas serta memperhitungkan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih dalam melaksanakan hak memilih sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi.
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan pemilu nasional yang berdekatan dengan pemilu lokal menyebabkan minimnya waktu bagi masyarakat menilai kinerja pemerintahan dalam hasil pemilu nasional. Dalam rentang waktu yang sempit itu, hakim menilai pelaksanaan pemilu yang serentak menyebabkan masalah pembangunan daerah cenderung tenggelam di tengah isu nasional.
Dede Leni Mardianti berkontribusi dalam tulisan ini
Pilihan editor: Kemendagri: Putusan MK Pengaruhi Banyak Aspek Pemilu