TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Legislasi DPR RI Bob Hasan menyatakan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga atau RUU PPRT tak bisa dilakukan buru-buru.
Ia mengatakan yang paling penting dalam pembahasan RUU PPRT adalah memastikan pengesahannya secara sah dan substantif, bukan sekadar mengejar target waktu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Yang terpenting undang-undangnya sah. Setuju? Jadi kalau dalam pernikahan sah ya, yang ujungnya sahnya Bu, yang terpenting itu,” ujar Bob Hasan dalam diskusi publik memperingati Hari Pekerja Rumah Tangga Internasional di kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Selasa, 17 Juni 2025.
Pernyataan itu disampaikan saat Bob ditagih untuk menindaklanjuti janji Presiden Prabowo yang sebelumnya menargetkan penyelesaian RUU PPRT dalam waktu tiga bulan.
Janji itu disampaikan Prabowo saat berpidato dalam peringatan Hari Buruh Internasional di Monas, Jakarta, 1 Mei 2025. Kala itu, Prabowo menyebut telah mendapat laporan dari pimpinan DPR dan mendorong percepatan pembahasan RUU PPRT. “Mudah-mudahan tidak lebih dari tiga bulan undang-undang ini selesai,” ujar Prabowo saat itu.
Bob mengatakan meskipun Presiden Prabowo mendorong percepatan pembahasan RUU PPRT, kewenangan legislasi tetap berada di parlemen. “Jangan lupa, Bapak-Ibu sekalian, bahwa proses legislasi ada di tangan legislatif,” ujarnya.
Politikus Gerindra itu juga menegaskan bahwa meskipun Presiden telah menunjukkan komitmen kuat, pengesahan undang-undang tidak boleh dilakukan secara terburu-buru. “Pak Prabowo punya hasrat dan niat baik, tetapi yang paling penting adalah goal-nya. Saya lebih concern terhadap goal. Sehingga sahnya undang-undang ini tidak terburu-buru,” ujar Bob.
Ia menjelaskan bahwa proses penyusunan RUU PPRT melibatkan banyak dinamika politik dan harus dirancang dengan hati-hati agar tidak tumpang tindih dengan regulasi lain. “RUU ini adalah rezim yang harus disusun betul-betul dengan tanpa ada pergesekan antara satu dengan yang lainnya,” katanya.
Menurutnya, Baleg masih mengkaji interseksi RUU PPRT dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan, KUHP, hingga Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Meski mengingatkan soal substansi, Bob tetap menyatakan optimisme terhadap percepatan pengesahan RUU ini. Ia menyebut bahwa seluruh fraksi di DPR kini telah satu suara. “Fraksi-fraksi 100 persen hari ini semua satu pendapat, satu warna, dan satu tujuan, bagaimana caranya undang-undang ini goal,” kata Bob.
Lebih lanjut, Bob menyebut bahwa penyusunan RUU PPRT juga penting untuk memperkuat posisi Indonesia dalam diplomasi perlindungan pekerja migran. “Tidak mungkin kita bisa menuntut negara lain soal perlindungan PRT migran kalau di negara kita sendiri belum ada kepastian hukum,” kata dia.
Dani Aswara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.