INFO NASIONAL – Mantan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin mengingatkan kembali pentingnya Pancasila sehingga perlu diatur dalam regulasi. Hal itu dia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) soal penyusunan Rancangan Undang-Undang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, belum lama ini.
“Sekadar menyegarkan ingatan kita bersama saja. Karena asumsinya tentu saya memahami bahwa Bapak-Ibu sekalian juga sudah mengetahui dengan baik. Tapi ini sekadar menyegarkan ingatan kita bersama bahwa Pancasila itu hakikatnya adalah landasan filosofis bagi bangsa ini, bangsa Indonesia yang sangat majemuk, yang sangat heterogen,” kata Wakil Ketua MPR RI periode 2009-2014 itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pancasila, kata Lukman, memiliki fungsi tidak hanya menjaga dan memelihara Indonesia. “Saya sering di banyak kesempatan menyatakan bahwa ciri keindonesiaan kita itu dua, keberagaman dan keberagamaan.”
Keberagaman itu menurut dia berupa kemajemukan, heterogenitas. Sementara keberagamaan adalah spiritualitas, religiusitas. “Nah, Pancasila itu tidak hanya untuk menjaga keindonesiaan kita itu, tapi juga utamanya untuk mengembangkan kesejahteraan sosial seluruh bangsa Indonesia.”
Pancasila menurut Lukman sesungguhnya adalah titik temu. “Pancasila bukan dogma, dia landasan filosofis ideologi yang terbuka, yang merupakan titik temu dari konsensus ideologi negara.”
Dia pun mengajak untuk mengingat kembali di era 1945, dimana terdapat prinsip-prinsip dalam perumusan Pancasila seperti pemikiran nasionalisme, internasionalisme, demokrasi, kesejahteraan, dan ketuhanan. “Itu semua diambil oleh para pendiri bangsa, lalu terwujudlah lima sila yang kita kenal dalam Pancasila.” Lukman menambahkan, “Pancasila adalah titik temu ideologi besar, itu merupakan konsensus yang moderat bagi saya.”
Tidak hanya itu, Pancasila menurut Lukman juga merupakan konsensus kemajemukan aspirasi masyarakat yang sangat beragam. “Jadi, Pancasila mengkompromikan dua aspirasi besar itu.” Pancasila, lanjut dia, juga titik temu dari kemajemukan.
“Yang perlu diingat adalah tidak hanya kemajemukan tetapi keberagamaan. Jauh sebelum agama-agama besar hadir di Nusantara, masyarakat kita memiliki keyakinan animisme, dinamisme yang pada hakekatnya adalah spiritualisme lalu kemudian berwujud kepada religiusitas keberagaman. Ciri ini yang begitu melekat pada Pancasila yang tidak dimiliki oleh bangsa-bangsa lain.”
Pancasila itu, kata Lukman sangat penting. “Dan ini perlu diatur dalam regulasi,” ucap dia. Terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan ketika ingin menghadirkan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dalam undang-undang.
Pertama, reaktualisasi nilai paradigmatik yang ada dalam kelima sila Pancasila. Kedua, merawat ekosistemnya. Sementara ketiga, memperbanyak teladan atau role model.
Sebelumnya di kegiatan yang sama, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie menilai keberadaan Undang-Undang BPIP sangat dibutuhkan di Indonesia. “Undang-undang tentang BPIP ini penting sekali,” kata dia. Menurut Jimly, hal ini dikarenakan kehadiran BPIP itu sendiri sangat penting. “Enggak ada yang ngurus ideologi berbangsa dan bernegara, maka, badan yang mengurus ini saking pentingnya harus diatur dengan benar.”
Rancangan UU BPIP menurut dia harus segera disusun dan ditetapkan. “Karena ide untuk membuat undang-undang ini sudah berapa tahun ini. Nah, jadi saya mendukung RUU BPIP ini segera dibahas melalui prosedur formal untuk ditetapkan menjadi undang-undang.” Apalagi, lanjut Jimly, dalam pemerintahan Presiden Prabowo dan Gibran, RUU BPIP ini masuk Asta cita Pertama mengenai Penguatan Ideologi Pancasila, Demokrasi, dan Hak Asasi Manusia (HAM), sehingga harus segera dituntaskan. (*)