TEMPO.CO, Jakarta - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengeluhkan ketidaksinkronan penyelesaian sengketa antara keluarga pasien dan dokter dalam dugaan malpraktik. Pengurus Besar IDI, Dicky Yulius Pangkey, mengatakan mekanisme pemutusan pelanggaran yang dilakukan oleh Majelis Dewan Profesi (MDP) kerap digunakan pasien untuk memidanakan dokter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di hadapan puluhan anggota dewan Komisi IX DPR RI, Dicky berujar bahwa sistem tersebut menyebabkan dokter harus mendapatkan hukuman ganda. "Sanksi ganda yang merugikan ini dokter telah menjalani pencabutan SIP oleh MDP tetap bisa dipidanakan oleh keluarga pasien menggunakan putusan MDP tersebut," ujar Dicky saat rapat bersama DPR dan Menteri Kesehatan, Ketua Majelis Dewan Profesi di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu, 2 Juli 2025.
Dicky menjelaskan, ada dua hal yang menyebabkan dokter di Indonesia kerap mendapatkan kriminalisasi. Pertama, ketidakpahaman masyarakat atas tugas profesi dokter, seperti membedakan antara medical error, medical accident, dan medical risk. Sehingga setiap kali ada permasalahan terjadi, masyarakat lebih memilih melaporkan dokter ke aparat penegak hukum atau memviralkannya di media sosial tanpa proses pembuktian yang benar terlebih dahulu.
Kondisi itu, tutur Dicky, diperparah dengan tidak dilibatkannya organisasi profesi dalam pemutusan pelanggaran oleh Majelis Dewan Profesi. Adapun Majelis Dewan Profesi adalah badan yang dibentuk di bawah Konsil Kesehatan Indonesia dan Kementerian Kesehatan yang bertugas memeriksa, mengadili, dan memutus laporan dugaan pelanggaran kode etik dokter.
Atas rekomendasi MDP, seorang dokter dapat kehilangan surat izin operasi (SIP) apabila terbukti melakukan pelanggaran. Sayangnya, Dicky berujar, MDP kerap tidak bersikap adil terhadap dokter. "Dokter menghadapi sidang tanpa pendampingan hukum dan kehilangan hak advokasi," tuturnya.
Jika hal ini tak kunjung dibenahi, IDI khawatir hal ini akan memperburuk kepercayaan masyarakat atas layanan kesehatan Indonesia. Selain itu, hal ini juga telah mencoreng martabat prosesi kedokteran, berpotensi menimbulkan ketakutan dokter untuk menangani kasus yang berisiko tinggi, muncul keengganan mengambil keputusan kritis dalam kondisi darurat, dan berakhir pada turunnya mutu pelayanan kesehatan. "Ini semua merugikan pasien," ucap dia.
Ke depan, IDI berharap MDP dapat melibatkan organisasi profesi dalam menyelesaikan sengketa dugaan malpraktik. IDI juga berharap Kementerian Kesehatan mengedepankan perlindungan hukum dokter dalam setiap kebijakan. "Fungsi sebenarnya rekomendasi MDP semestinya menjadi bentuk penilaian disiplin profesi, bukan bukti pidana," ujar Dicky menegaskan.