INFO NASIONAL – Ketiadaan regulasi yang mengatur batas masa pakai galon guna ulang yang sudah tua atau yang kerap disebut ganula, galon lanjut usia, mengabaikan potensi risiko kesehatan serius bagi konsumen. Apalagi pada galon-galon itu masih menggunakan Bisphenol A atau BPA.
“Galon guna ulang itu berbahan polikarbonat. Untuk merekatkan, diperlukan Bisphenol A atau BPA,” kata Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) David Tobing, belum lama ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BPA, senyawa kimia sintesis dalam galon guna ulang, berpotensi menimbulkan dampak serius bagi kesehatan jangka panjang. Ratusan penelitian ilmiah menunjukkan bahwa paparan BPA dapat mengganggu fungsi hormonal pada tubuh manusia, memengaruhi tumbuh kembang anak, bahkan meningkatkan risiko beberapa jenis kanker.
Profesor Mochamad Chalid, pakar polimer dari Universitas Indonesia, telah merekomendasikan batas penggunaan galon polikarbonat maksimal 40 kali pengisian ulang atau sekitar satu tahun. Para ahli mengatakan, jika diguna ulang terus-menerus, maksimal 40 kali pakai. “Artinya, jika seminggu sekali, seharusnya dalam satu tahun sudah tidak boleh diguna ulang lagi,” kata David.
Investigasi KKI pada 2024 di sejumlah kota besar di Indonesia menemukan fakta mengejutkan: hampir 40 persen galon yang beredar di masyarakat telah berusia lebih dari dua tahun yang artinya sudah tergolong sebagai ganula, jauh melampaui batas aman yang direkomendasikan para pakar.
Temuan ini mengindikasikan prioritas produsen pada efisiensi biaya operasional dan margin keuntungan dibandingkan keselamatan konsumen. “Padahal, produsen yang sama sudah memproduksi galon baru dari bahan bebas BPA, lalu mengapa ganula-ganula itu tidak ditarik dari peredaran?” tanya David.
Dia mengecam sikap produsen yang semestinya memikul tanggung jawab penuh terhadap keamanan produknya. KKI mendesak pemerintah untuk segera menetapkan aturan baku mengenai masa pakai galon guna ulang dan mempercepat implementasi pelabelan BPA.
Pelabelan risiko BPA yang telah diwajibkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada galon guna ulang sejak 2024 (dengan tenggang waktu hingga 2028). Namun, aturan mengenai batas masa pakai ganula hingga kini belum juga diterbitkan secara resmi. “Celah regulasi inilah yang dieksploitasi produsen untuk terus mendistribusikan ganula yang seharusnya sudah tidak layak pakai,” ujar David.
David menegaskan urgensi peran pemerintah dalam melindungi konsumen dari praktik bisnis yang merugikan. “Di sinilah peran pemerintah yang paling penting, melindungi konsumen. Jangan semata melindungi pelaku usaha. Tapi lebih utama konsumen. Makanya ada Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Kenapa? Karena konsumen adalah pihak paling lemah.”
KKI mendesak pemerintah untuk segera menutup celah regulasi ini dengan menetapkan standar yang jelas dan tegas mengenai masa pakai ganula agar tidak ada lagi galon lanjut usia yang beredar di pasaran. Selain itu, pemerintah didesak untuk mempercepat implementasi pelabelan peringatan bahaya BPA tanpa menunggu masa tenggang yang terlalu lama. (*)