TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Ferdiansyah mempertanyakan laporan keuangan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian sejak 2013 hingga 2024. Dia menyinggung ihwal kasus pengadaan Chromebook yang terjadi di instansi yang sebelumnya bernama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi periode 2019 hingga 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ini menjadi kontradiktif. WTP, tapi ada kasus yang cukup besar dan memalukan dunia pendidikan," kata Ferdiansyah dalam rapat kerja Komisi X bersama Mendikdasmen Abdul Mu'ti di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu, 16 Juli 2025.
Menurut dia, kasus korupsi yang terjadi di era kepemimpinan Nadiem Makarim itu harus menjadi catatan. Baik perbaikan secara administrasi, laporan keuangan, dan penerapan yang sesuai dengan aturan-aturan.
Politikus Partai Golkar ini meminta agar capaian opini WTP dalam laporan keuangan Kemendikdasmen itu tidak membuat pemerintah bangga. Terlebih lagi, kata dia, masih ada masalah besar yang sedang diselidiki aparat penegak hukum. "WTP seharusnya jangan menimbulkan berbagai masalah," ujar dia.
Dalam rapat itu, Mendikdasmen Abdul Mu'ti memaparkan capaian laporan keuangan kementeriannya. Dia mengklaim kementeriannya telah 12 kali berturut-turut mendapat opini WTP dari Badan Pemeriksa Keuangan. "Kementerian Pendidikan telah 12 kali, dari 2013 sampai 2024 mendapat opini WTP," katanya di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu, 16 Juli 2025.
Menurut dia, indikator pemberian opini laporan keuangan itu sudah jelas. Salah satunya ialah karena kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Adapun kasus korupsi pengadaan Chromebook di Kementerian Pendidikan yang merugikan negara Rp 1,9 triliun ini masih diusut oleh Kejaksaan Agung. Empat tersangka telah ditetapkan dalam kasus ini, yaitu mantan staf khusus Nadiem Makarim, Jurist Tan; mantan konsultan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief; Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek periode 2020-2021, Sri Wahyuningsih; dan Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kemendikbudristek 2020-2021, Mulatsyah.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar mengatakan, Kemendikbudristek pada periode 2020-2022 melakukan pengadaan teknologi informasi dan komunikasi atau TIK untuk satuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan total anggaran Rp 9,3 triliun.
Dana itu bersumber dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN di Kemendikbudristek dan dana alokasi khusus atau DAK.
Pengadaan itu disebarkan ke seluruh wilayah Indonesia termasuk ke daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar atau 3T sebanyak 1,2 juta unit laptop. Dalam pelaksanaannya, penyidik menemukan adanya kongkalikong antara pihak penguasa anggaran dan pihak lain untuk mengarahkan agar pengadaan itu diarahkan kepada suatu produk tertentu, yakni Chromebook. Padahal Chromebook diketahui memiliki banyak kelemahan untuk daerah 3T.