TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas menggeruduk Menteri Kebudayaan Fadli Zon saat sedang rapat kerja bersama Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat hari ini. Sekitar 10 orang menginterupsi giliran Fadli Zon yang akan menanggapi komentar para legislator.
Menurut Fadli Zon, demonstrasi di rapat terbuka itu bukan suatu hal yang perlu dipersoalkan. "Biasa sajalah. Saya dulu juga pernah kayak begitu. Ya menurut saya aspirasi, kan," kata Fadli ketika ditemui usai rapat di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Rabu, 2 Juli 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam seruannya, koalisi sipil itu menuntut pemerintah untuk menghentikan proyek penulisan ulang sejarah dan meminta Fadli Zon meminta maaf usai menuding pemerkosaan massal 1998 sebatas rumor belaka.
Kendati diprotes, Fadli menyatakan bahwa proyek penulisan sejarah akan tetap berlanjut. Naskah sejarah baru itu akan diujikan ke publik dan ditargetkan rampung pada Agustus bertepatan dengan peringatan kemerdekaan Indonesia yang ke-80 tahun.
"Enggak (ditunda). Kami akan melakukan uji publik terhadap apa yang ditulis pada bulan Juli," ujar mantan Wakil Ketua DPR itu. Uji publik itu dilakukan untuk mendapatkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan sejarah. Ia menyebut di antaranya arkeolog dan perguruan tinggi.
Fadli Zon mengklaim tidak ada yang ditutup-tutupi dalam penulisan ulang sejarah. Ia meminta masyarakat untuk menyampaikan kritik penulisan ulang sejarah saat naskahnya diujikan ke publik. "Misalnya Anda wartawan lagi menulis, masa belum selesai langsung tiba-tiba dihakimi? Baru satu paragraf terus langsung dihakimi. Tunggu dulu dong selesai," ujar politikus Partai Gerindra tersebut.
Koalisi sipil mengatakan interupsi ini merupakan aksi simbolis untuk memprotes adanya pemutihan sejarah dan juga mengecam pernyataan Fadli Zon yang mengatakan pemerkosaan massal 1998 adalah rumor yang tidak ada buktinya.
"Kami hadir untuk mengecam serta memberi teguran kepada Fadli Zon agar meminta maaf kepada publik dan juga mengakui kesalahannya," kata Jane Rosalina, saat ditemui di sekitar Kompleks Parlemen DPR, Jakarta, pada Rabu, 2 Juli 2025.
Pantauan Tempo, massa aksi yang berjumlah sekitar 10 orang mengikuti rapat kerja yang berlangsung terbuka sejak pukul 10.00 WIB. Mereka duduk di balkon atas. Setelah masing-masing fraksi DPR meberikan tanggapan atas pemaparan Fadli Zon, massa yang hadir membentangkan spanduk warna hitam bertuliskan 'Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM Berat'.
Interupsi itu berlangsung singkat. Wakil Ketua Komisi X Lalu Hardian Irfani lalu meminta massa aksi untuk kembali duduk dan memanggil Pengamanan Dalam DPR mengambil alih. "Cukup ya, tolong kembali ke tempat masing-masing. Pamdal tolong diamankan," ucapnya saat rapat.
Selepas itu, Pamdal menggiring massa aksi untuk keluar. Saat keluar pintu balkon, massa aksi meneriakkan seruan untuk menghentikan penulisan ulang sejarah. Mereka sempat bersitegang dengan Pamdal yang merebut atribut demo. Akhirnya Pamdal menyita sejumlah poster dan spanduk itu.
Pada pukul 12.15 WIB rapat kembali berlangsung sementara massa aksi memilih meninggalkan gedung parlemen. Rapat ini sesungguhnya membahas realisasi anggaran pendapatan dan belanja negara untuk Kementerian Kebudayaan pada tahun 2025. Namun, Komisi X tutur menyoroti proyek penulisan ulang sejarah terutama setelah Fadli Zon menyangkal perkosaan massal pada kerusuhan 1998.