TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengingatkan bahwa persoalan lingkungan yang terjadi di wilayahnya akan berdampak pada Jakarta dan Banten jika tidak secepatnya diatasi.
Dia menjelaskan bahwa 70 persen dari kebutuhan air bersih Jakarta bersumber dari Waduk Jatiluhur, Jawa Barat. “Sumber air Jatiluhur itu berasal dari Gunung Wayang dan Windu di Kabupaten Bandung yang saat ini mengalami degradasi,” kata Dedi dalam acara Forum Kerja Sama Daerah Mitra Praja Utama (FKD-MPU) di Hotel Borobudur Selasa, 17 Juni 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Politikus Partai Gerindra itu menyebutkan, terjadi deforestasi di kawasan Jawa Barat akibat perencanaan tata ruang yang buruk, dan perubahan harga komoditas teh. Sehingga terjadi pergeseran perilaku, sebelumnya mereka adalah petani teh, namun sekarang beralih menjadi petani sayur.
Menurut Dedi, jika masalah ini tidak segera dibenahi dengan melakukan reboisasi, menertibkan penduduk yang bermukim di atas gunung, dan mengembalikan harga teh. “Tentunya akan menjadi ancaman bagi Jakarta di masa depan, ancamnya bukan hanya krisis air bersih dan krisis energi,” ucap Dedi.
Dedi mengatakan pihak-pihak yang menjadi mitra di forum kerja sama daerah ini harus menyelaraskan pertumbuhan ekonomi dengan pemulihan lingkungan agar tidak ada ketimpingan tiap daerah. “Dibutuhkan kerja sama antardaerah termasuk Jakarta dan Banten bukan hanya sekadar aspek formal, melainkan secara substansial,” kata Dedi.
Kerusakan Jalan di Parung Panjang
Sebelumnya, Dedi Mulyadi juga menyoroti kerusakan di Kecamatan Parung Panjang, Bogor, Jawa Barat. Menurut Dedi, masyarakat daerah tersebut menderita karena aktivitas penambangan material bangunan untuk berbagai proyek di dua provinsi tetangga, yaitu Jakarta dan Banten.
Dedi berujar Parung Panjang selama ini menjadi sumber utama material bangunan untuk proyek-proyek besar di Jakarta dan Banten. "Tumbuhlah hotel-hotel, area perumahan mewah, yang itu memberikan multiplier efek ekonomi bagi lingkungan, meningkatnya pendapatan pajak daerah," kata Dedi dalam Rapat Gubernur Forum Kerja Sama Daerah Mitra Praja Utama di Hotel Borobudur, Sawah Besar, Jakarta pada Selasa, 17 Juni 2025.
Namun, kata Dedi, lalu lintas pertambangan di Parung Panjang justru meninggalkan dampak buruk bagi masyarakatnya. "Infrastrukturnya hancur total, masyarakatnya kena ISPA," ucap Dedi.
Dia pun menyesali pembangunan yang terjadi di luar Parung Panjang tidak bisa memberikan manfaat yang setimpal untuk masyarakat sekitar. Padahal, kata dia, pertumbuhan pembangunan di Jakarta dan Banten telah melahirkan orang-orang kaya baru di bidang properti. "(Tapi) itu melahirkan kemiskinan dan residu pembangunan, penderitaan bagi rakyat Jawa Barat," kata dia.
Aktivitas pertambangan di Parung Panjang pada umumnya dilakukan untuk material nonlogam seperti pasir, batu split, hingga tanah urug. Menurut Dedi, banyaknya lalu lintas truk pembawa material di kawasan tersebut membuat jalanan di Parung Panjang cepat rusak. Selain itu, polusi yang dihasilkan tambang dan truk material membuat warga terkena penyakit pernapasan.
Dedi berujar pembangunan infrastruktur layak di Parung Panjang butuh dana hingga Rp 1,2 triiliun. Namun, kata dia, Pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak bisa menanggung semua biaya tersebut. "Tidak mungkin Jawa Barat Rp 1,2 triliun untuk recovery satu kecamatan, karena kami sangat luas kecamatannya, lebih dari 600 kecamatan," ujar dia.
Maka dari itu, Dedi menyebut Jawa Barat, Jakarta dan Banten perlu memikirkan solusi bersama untuk permasalahan Parung Panjang. "Harus ada recovery yang dilakukan secara bersama."