TEMPO.CO, Jakarta - Setiap tahunnya, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) memberikan penghargaan Adipura kepada kota-kota di Indonesia yang memiliki tingkat kebersihan yang tinggi. Penghargaan Adipura ini menjadi ajang pengukuran sebuah institusi pemerintahan dalam mengelola kotanya untuk tetap bersih dan bebas dari sampah.
Adipura merupakan salah satu program prioritas dalam pengendalian pencemaran dari kegiatan domestik. Dikutip dari laman Kementerian Lingkungan Hidup, tujuan program ini adalah untuk mengevaluasi pengeloiaan sampah, ruang terbuka hijau, pengendalian pencemaran air, dan fasilitas publik di kawasan perkotaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penghargaan Adipura dianugerahkan bagi di Indonesia yang berhasil dalam kebersihan serta pengelolaan lingkungan perkotaan.
Peserta program Adipura dibagi ke dalam 4 kategori berdasarkan jumlah penduduk, yaitu :
1. Kategori kota metropolitan (berpenduduk lebih dari 1 juta jiwa)
2. Kategori kota besar (jumlah penduduk 500.001-1.000.000 jiwa)
3. Kategori kota sedang (jumlah penduduk 100.001-500.000 jiwa)
4. Kategori kota kecll (berpenduduk sampai dengan 100.000 jiwa)
Kota yang berhasil memperoleh penghargaan Adipura tiga kali berturut-turut akan memperoleh penghargaan Adipura Kencana (Emas). Penghargaan Adipura ini diberikan setiap tahun oleh presiden pada puncak Peringatan Hari Lingkungan Hidup di setiap tanggal 5 Juni.
Berbeda dengan penghargaan Adipura pada tahun 2025, kategori yang diberikan bukan lagi hanya kepada kota terbersih. Dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengelolaan Sampah 2025 pada Minggu, 22 Juni 2025, Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan bahwa ada konsep baru yang akan diterapkan.
Konsep yang diajukan bukan lagi hanya menilai sisi kebersihan dan keindahan kota, melainkan juga menunjukkan kota-kota yang tidak dikelola sampahnya dengan baik."Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20 persen dari total sampah nasional merupakan plastik. Namun, tingkat daur ulang nasional baru mencapai 22 persen jauh dari harapan," terang Hanif dikutip dari Antara, 23 Juni 2025.
Indikator Penilaian Baru
Hanif menjelaskan, salah satu indikator yang membedakan konsep Adipura 2025 adalah indikator penilaiannya. Menurutnya, indikator penilaian 2025 akan melihat proses pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dari sebuah kota.
Penilaian juga akan dilanjutkan dengan melihat proses pemilahan sampah dan kepatuhan masyarakat terhadap aturan pengelolaan sampah dan menjaga kebersihan. "Evaluasi mencakup operasional TPA, tingkat layanan pengangkutan, dan rasio pengelolaan terhadap kapasitas daerah," katanya.
Kementerian Lingkungan Hidup menjadikan indikator untuk menjadikan Adipura sebagai alat kebijakan untuk mendorong pengelolaan sampah yang beremisi rendah dan berkelanjutan sejalan dengan target nasional. Oleh karena itu, kategori penghargaan predikat Kota Terkotor akan dimunculkan pada tahun ini untuk menunjukkan bahwa ada kota yang belum mampu memelihara tata kelola ruang bersih di daerahnya.
Dalam penghargaan Adipura 2025, penilaian juga akan dilakukan dengan bantuan citra satelit dan survei udara. Dengan menggunakan teknologi ini, KLH/BPLH akan menunjukkan sistem penilaian yang jauh lebih objektif dan transparan.
Penilaian ini juga akan mereka lakukan dengan memberikan bobot penilaian yang jauh lebih terstruktur, yakni 50 persen penilaian untuk pengelolaan sampah dan kebersihan, 20 persen untuk penilaian penggunaan anggaran serta penerapan kebijakan, dan 30 persen untuk penilaian atas kesiapan fasilitas daerah dan masyarakat untuk menjaga kebersihan.
Dengan skema, bobot penilaian, dan kategori penghargaan Adipura yang baru, KLH/BPLH akan membantu ketercapaiannya pembangunan instalasi pengolah sampah menjadi energi (PSEL). "Tahun 2029 harus menjadi tonggak tercapainya target pengelolaan sampah 100 persen. Tidak ada lagi waktu untuk menunda. Ini bukan hanya tugas KLH/BPLH, tetapi seluruh elemen bangsa," tuturnya.