Beda Sikap atas Putusan MK yang Pisahkan Pemilu Nasional dan Lokal

1 month ago 19
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

MAHKAMAH Konstitusi atau MK mengabulkan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Dalam putusan yang dibacakan pada Kamis, 26 Juni 2025, Mahkamah memutuskan penyelenggaraan pemilu di tingkat nasional harus dilakukan terpisah dengan penyelenggaraan pemilu tingkat daerah atau kota (pemilu lokal). MK memutuskan pemilu lokal diselenggarakan paling singkat 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun setelah pemilu nasional.

Pemilu nasional adalah pemilu anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sementara pemilu lokal terdiri atas pemilu anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta pemilihan kepala dan wakil kepala daerah.

Dengan putusan itu, pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai “Pemilu 5 kotak” tidak lagi berlaku untuk Pemilu 2029. “Penentuan keserentakan tersebut untuk mewujudkan pemilu berkualitas serta memperhitungkan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih dalam melaksanakan hak memilih sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan.

Anggota DPR Menilai Putusan MK Bersifat Paradoks

Anggota Komisi II DPR Muhammad Khozin menilai putusan MK itu bersifat paradoks. Dia mengatakan, sebelumnya, Mahkamah telah memberi enam opsi model keserentakan pemilu, tetapi putusan yang terbaru justru membatasi pada satu model keserentakan.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menuturkan MK seharusnya konsisten dengan putusan sebelumnya yang memberi pilihan kepada pembentuk undang-undang (UU) dalam merumuskan model keserentakan dalam UU Pemilu.

“UU Pemilu belum diubah pascaputusan 55/PUU-XVII/2019 tidak lantas menjadi alasan bagi MK untuk ‘lompat pagar’ atas kewenangan DPR. Urusan pilihan model keserentakan pemilu merupakan domain pembentuk UU," kata Khozin di Jakarta, Jumat, 27 Juni 2025, seperti dikutip dari Antara.

Apalagi, menurut dia, pertimbangan hukum di angka 3.17 Putusan MK No 55/PUU-XVII/2019, secara tegas menyebutkan MK tidak berwenang menentukan model keserentakan pemilihan.

“Putusan 55 cukup jelas, MK dalam pertimbangan hukumnya menyadari urusan model keserentakan bukan domain MK, tapi sekarang justru MK menentukan model keserentakan,” tuturnya.

Dia pun menyayangkan putusan MK yang bertolak belakang dengan putusan sebelumnya. Menurut dia, putusan ini akan berdampak secara konstitusional terhadap kelembagaan pembentuk UU (DPR dan presiden), konstitusionalitas penyelenggaraan pemilu, hingga persoalan teknis pelaksanaan pemilu.

“Sayangnya, MK hanya melihat dari satu sudut pandang. Di sinilah makna penting dari hakim yang negarawan, karena dibutuhkan kedalaman pandangan dan proyeksi atas setiap putusan yang diputuskan,” katanya.

Meski demikian, dia memastikan DPR tentu akan menjadikan putusan terbaru MK menjadi bahan penting dalam perumusan perubahan UU Pemilu yang diagendakan segera dibahas di DPR. Dia menuturkan, DPR akan melakukan rekayasa konstitusional dalam desain kepemiluan di Indonesia.

“Dalam putusan MK sebelumnya meminta badan pembentuk UU untuk melakukan rekayasa konstitusional melalui perubahan UU pemilu ini,” ujar dia.

Putusan MK Hapus Wacana Pemilihan Lewat DPRD

Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Agustyati menilai putusan MK soal pemisahan pemilu nasional dan lokal memberikan makna baru. Menurut dia, putusan itu bermakna checks and balances atau fungsi kontrol dan pengawasan pemerintahan daerah juga harus berjalan.

Khoirunnisa mengatakan putusan itu memungkinkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD dan pemerintah daerah memiliki start kerja yang sama. Sebelumnya, pemilihan anggota DPRD mengikuti pemilu serentak, yang tidak lagi berlaku untuk Pemilu 2029.

“Dengan putusan MK kemarin, sebetulnya juga wacana pemilihan kepala daerah lewat DPRD itu juga seharusnya sudah enggak ada lagi. “Nah karena itu, banyak yang perlu ditata,” ujarnya dalam diskusi daring, Jumat.

Dia menyerukan DPR dan pemerintah segera membahas revisi UU Pemilu dan Pilkada melalui kodifikasi. “Pembahasannya harus segera, harus gabung ya,” kata dia.

Revisi UU Pemilu Jadi Pekerjaan Rumah yang Besar

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia Hurriyah juga mengatakan revisi UU Pemilu pascaputusan MK menjadi pekerjaan rumah yang besar. Dia berpendapat revisi UU Pemilu juga perlu dibarengi dengan reformasi partai politik.

Hurriyah mengatakan, jika revisi UU Pemilu tidak dibarengi dengan perubahan undang-undang partai politik, masalah klasik dalam proses pencalonan legislatif dan mekanisme internal partai akan merusak kompetisi yang demokratis.

“Seleksi parpol yang sampai saat ini begitu dinastik dan elitis sangat mempersempit ruang kompetisi untuk calon anggota legislatif untuk perempuan,” katanya dalam diskusi yang sama pada Jumat.

Putusan MK Momen Desain Ulang Model Pemilu dan Pilkada

Adapun Wakil Ketua Komisi II DPR Zulfikar Arse Sadikin menilai putusan MK soal jeda penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah menjadi momen yang tepat untuk mendesain ulang model pemilu dan pilkada sesuai struktur pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.

“Putusan MK ini secara substansi menegaskan struktur politik kita terdiri atas dua entitas, yaitu politik nasional dan politik daerah yang pengelolaannya perlu penyesuaian,” kata Zulfikar dalam keterangannya, Jumat.

Legislator Partai Golkar ini menyebutkan pihaknya menghormati putusan MK dan akan menyusun kebijakan selaras dengan putusan tersebut.

Zulfikar mengatakan putusan MK menegaskan posisi pilkada sebagai bagian dari rezim pemilu, dan terbuka lebar peluang memasukkan aturan pilkada terkodifikasi ke dalam UU Pemilu sesuai dengan kebijakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045.

Dia juga mengatakan putusan MK ini secara teknis akan memudahkan pemilih dalam menggunakan hak pilihnya dan mengefektifkan penyelenggara pemilu dalam melaksanakan setiap tahapan.

Hadirnya putusan MK ini, kata Zulfikar, mengokohkan kedudukan penyelenggara pemilu sebagai institusi yang tetap, sehingga menepis pikiran menjadikan penyelenggara pemilu lembaga ad hoc.

“Terakhir, putusan MK ini memperkuat prinsip bahwa kita merupakan negara kesatuan yang didesentralisasikan. Harapannya, bisa memunculkan budaya politik baru yang memperkuat dan meningkatkan efektivitas pemerintahan daerah,” ujar dia.

Dede Leni Mardianti, Daniel Ahmad Fajri, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Mengapa PSI Tak Bisa Lepas dari Bayang-bayang Jokowi

Read Entire Article